KLHK Beberkan Perkembangan NDC dan Strategi Indonesia Dalam Pengendalian Perubahan Iklim

KLHK Beberkan Perkembangan NDC dan Strategi Indonesia Dalam Pengendalian Perubahan Iklim
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ruandha Agung Sugardiman pada saat Media Briefing secara telekonferensi, Jumat (19/3/2021). Foto: Dok. KLHK

Pada kesempatan ini, Ruandha juga menyampaikan persiapan Indonesia menuju COP 26 yang rencananya akan dilangsungkan di Glasgow, Britania Raya.

Terdapat 14 agenda besar diskusi yaitu: (1) Mitigation; (2) Adaptation; (3) Transparency of Actions and Supports; (4) Climate Finance; (5) Capacity Building; (6) Technology; (7) Article; (6) of the Paris Agreement; (8) Compliance; (9) Response Measure; (10) Agriculture; (11) Gender and Climate Change; (12) Research and Systematic Observation (RSO); (13) Local Communities and Indigenous People Platform (LCIPP); dan (14) Ocean and Climate Change.

“Agenda tersebut sudah fix setiap tahun, dan saat ini diskusi-diskusi tengah kita lakukan untuk mempertajam posisi Indonesia, terutama pada agenda nomor 14 yaitu ocean and climate change. Kami terus berdiskusi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait hal ini agar dapat memasukan upaya mitigasi dalam agenda ini,” terang Ruandha.

Staf Ahli Menteri LHK bidang Industri dan Perdagangan Internasional Laksmi Dhewanthi menyampaikan aksi pengendalian perubahan iklim baik upaya mitigasi maupun adaptasi perlu didukung oelh banyak instrumen, dan pendanaan adalah salah satunya.

Selama ini, aksi pengendalian perubahan iklim didanai dari berbagai sumber, tertama dari APBN. Berdasarkan laporan Third Natonal Communication (TNC) kepada Sekretariat UNFCCC pada tahun 2017, untuk kurun waktu 2015-2020, Indonesia memerlukan pendanaan yang cukup besar untuk membiayai pelaksanaan komitmen adaptasi dan mitigasi dalam pengendalian perubahan iklim yaitu sebesar 81 Milyar Dolar Amerika.

“Untuk mencapai target NDC, APBN menganggarkan 34 persen dari total kebutuhan pembiayaan iklim atau sebesar 3.461 Triliun Rupiah. Kalau kita hanya bertumpu pada budget pemerintah, maka ini tidak akan cukup, sehingga ada beberapa strategi yang dikembangkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian LHK dan kementerian Keuangan yang menjadi focal point dalam pendanaan aksi pengendalian perubahan iklim,” terang Laksmi.

Laksmi menjelaskan lebih lanjut, terdapat 4 strategi yang dikembangkan untuk mengatasi persoalan pendanaan aksi pengendalian perubahan iklim. Pertama adalah kebijakan fiskal yang diwujudkan dalam bentuk pendapatan, pembelanjaan dan pembiayaan.

Kedua adalah mengembangkan instrumen-instrumen pembiayaan yang inovatif, seperti Result-Base Payment (RBP), Global dan Ritel Green Sukuk untuk membiayai poyek hijau dalam APBN, serta pelibatan dunia usaha swasta dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) untuk membiayai proyek infrastruktur.

NDC Indonesia menargetkan penurunan emisi GRK sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News