Kok Data Jumlah TKA Beda Jauh? Patut Dipertanyakan

Kok Data Jumlah TKA Beda Jauh? Patut Dipertanyakan
Tenaga kerja asing asal Tiongkok di Mapolda Banten beberapa waktu lalu. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Modus bekerja yang hanya menggunakan izin tinggal ditengarai merupakan cara untuk menghindari kewajiban badan atau instansi membayar dana pengembangan keahlian dan keterampilang (DPKK) sebesar USD 100 per TKA per jabatan per bulan.

Pemerintah pun dinilai tidak tegas menyikapi TKA ilegal, khususnya dari Tiongkok. Sebaliknya, persoalan itu justru direspon berlebihan, seperti mencari sumber provokator penyebar isu soal serbuan TKA.

Padahal, bila pemerintah bijak, informasi itu mestinya bisa dijadikan acuan untuk terjun ke lapangan. ”Fakta kehadiran TKA ilegal itu memang ada, apalagi dari Tiongkok,” tuturnya.

Timboel mengaku kerap menjumpai TKA yang tidak sesuai ketentuan ketenagakerjaan. Dia menceritakan pengalamannya bertemu warga asing yang bekerja di sebuah perusahaan swasta asing di Jakarta.

TKA itu bernama Le Hang, kewarganegaraan Tiongkok. Perempuan tersebut bekerja sebagai operator engineering.

”Saat saya ajak bicara, sama sekali tidak bisa bahasa Indonesia, bahasa Inggrisnya saja masih terbata-bata,” bebernya.

Temuan itu mengindikasikan lemahnya pengawasan ketenagakerjaan dan imgrasi. Pemerintah semestinya merespon temuan itu dengan memperkuat pengawasan.

Bukan malah ngotot mempertahankan data masing-masing. ”Koordinasi antara Kemenaker, imigrasi dan polisi harusnya diperkuat,” ucapnya.

JPNN.com – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebut tenaga kerja asing (TKA) ilegal tidak sampai angka 1.000. Data itu patut dipertanyakan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News