Komarudin Hidayat: Praktik Politik Dinasti Ingkari Sejarah
“Ini hampir setara dengan 20% dari total daerah di Indonesia. Jika tidak ada penghambatan atau kampanye melawan yang serius, maka pada Pilkada serentak 2024 ini, angkanya bisa mencapai 25%,” katanya.
Alih-alih berupaya mengurangi praktik dinasti politik di tingkat lokal, politik dinasti justru naik ke tingkat nasional, yang ditandai dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Hal ini diperburuk oleh proses pencalonannya yang bermasalah di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Ray, apa yang dilakukan oleh keluarga Jokowi adalah contoh sempurna dalam arti negatif dari suatu politik dinasti. Ada setidaknya lima lapisan yang terikat di dalamnya.
Lapisan pertama adalah keputusan MK yang dibuat melalui pelanggaran kode etik yang serius. Kedua, yang pertama kali memanfaatkannya adalah Gibran, yang notabene merupakan keponakan dari Ketua MK Anwar Usman.
Ketiga, Gibran juga adalah anak dari presiden yang sedang berkuasa. “Faktanya, adik dari calon ini juga ikut mendukung melalui partai, kemudian oleh adik iparnya Walikota Medan,” paparnya.
Pemerhati isu-isu strategis dan global, Prof Dubes Imron Cotan sepakat dengan observasi Prof. Komaruddin Hidayat bahwa proses rekrutmen politik di Indonesia kembali ke pola lama yang berdasarkan garis keturunan.
Situasi tersebut memunculkan kekhawatiran besar dari berbagai kalangan, baik dari dalam dan luar negeri.
Keprihatinan tersebut sudah diutarakan oleh para tokoh bangsa dipimpin oleh Ibu Sinta Abdurrahman Wahid dan Quraish Shihab, bahkan kalangan internasional
- Kejaksaan Eksekusi Terpidana Pelanggaran Pemilu 2024
- PPP Punya Bukti, 190 Ribu Suara Partai Hilang di Papua Tengah
- Kekuatan dan Ketenangan Hati Gibran di Tengah Pandangan Merendahkan
- Kedekatan Putri Zulhas & Verrell Bramasta Jadi Sorotan, Banyak Dukungan
- Tingkat Partisipasi Pemilih di Jakarta Turun saat Pemilu 2024
- Gelar Aksi di Depan Kedubes AS, Laskar Garuda Bersuara Minta LSM IFES Angkat Kaki dari RI