Kondisi Suku Marind Papua Jadi Tesis Terbaik di Australia

Kondisi Suku Marind Papua Jadi Tesis Terbaik di Australia
Dr Sophie Chao (kanan) meneliti kehidupan suku Marind-Anim di Merauke. Foto: ABC

Hilang hutan artinya hilang segalanya

Alumni Oxford University ini melakukan penelitian dari tahun 2015 hingga 2018 untuk program S3-nya di Macquarie University.

Namun sebelumnya, Dr Sophie sudah sering mengunjungi Merauke sebagai pekerja LSM bernama 'Forests People Programme' dan banyak terlibat dengan LSM setempat.

"Yang menarik bagi saya karena masyarakat suku ini menganggap hutan, pohon dan binatang sebagai kerabat mereka sendiri. Jadi ada hubungan emosional secara kultural antara manusia, pohon dan binatang," katanya.

"Saya meneliti bagaimana pembangunan di wilayah itu telah mengubah hubungan antarmahluk hidup ini," jelas Dr Sophie.

Melalui penelitian ini, Dr Sophie mengungkap perkebunan kepala sawit seringkali hanya dilihat dampaknya dari segi kerusakan lingkungan hidup, misalnya dari sisi hilangnya hutan tropis serta habibat orangutan.

"Jelas hal itu sangat penting, namun ada aspek lain dari sisi manusia yang kurang mendapatkan perhatian," katanya.

Ia mengatakan, bagi suku Marind di Papua, manusia dan lingkungan itu saling terkait dan tak bisa dipisahkan. Karenanya, hutan bukan sekadar sumberdaya yang bisa digunakan tapi merupakan suatu kehidupan tersendiri.

"Yang satunya tidak bisa bertahan atau hidup dengan baik tanpa adanya yang lain," ujar Dr Sophie.

Menghabiskan waktu bertahun-tahun bersama suku Marind Anim di Merauke, Papua, antropolog dari Australia, Sophie Chao berhasil merekam dampak buruk perkebunan kelapa sawit bagi penduduk setempat

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News