Konflik Rusia-Ukraina Pecah, Sekjen PRIMA: Nafsu Imperialistik Masih Eksis

Konflik Rusia-Ukraina Pecah, Sekjen PRIMA: Nafsu Imperialistik Masih Eksis
Sekretaris Jenderal PRIMA Dominggus Oktavianus. Foto: Dok. PRIMA

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Dominggus Oktavianus menilai konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina merupakan bukti nyata bahwa nafsu imperialistik masih eksis hingga hari ini meski perang dingin sudah berakhir 30 tahun lalu.

“Saya simpulkan konflik yang terjadi sekarang tidak lepas dari nafsu penguasaan teritori dan mempertahankan hegemoni,” ujar Dominggus dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (26/2).

Dominggus menjelaskan dalam melihat konflik antara Rusia dan Ukraina ini terdapat dua narasi yang berkembang.

Pertama, Rusia telah melanggar hukum internasional dengan melakukan invasi ke dalam wilayah/teritori Ukraina. Narasi atau pandangan ini mewakili opini banyak kalangan dan media di Barat.

Kedua, lanjut dia, Rusia melakukan "operasi militer" untuk melindungi rakyat di dua Republik yang baru memproklamirkan diri merdeka dari Ukraina, yaitu Donetsk dan Luhansk.

“Sebagaimana Krimea yang sudah lebih dahulu memisahkan diri, masyarakat di Donetsk dan Luhansk merasa lebih dekat dengan Rusia, baik secara politik maupun budaya,” ungkap Dominggus.

Untuk informasi, situasi di Ukraina memanas sejak demonstrasi Euromaidan yang memprotes keputusan Presiden Viktor Yanukovych menunda penandatanganan kesepakatan dengan Uni Eropa tahun 2013. Yanukovych mengakui bahwa keputusan tersebut dibuat atas tekanan Rusia.

Singkat cerita, di tahun 2014 Yanukovich jatuh. Rusia menyebut peristiwa ini sebagai ‘Kudeta’, sementara media Barat menyebutnya ‘Revolusi Oranye’.

Sekjen PRIMA Dominggus Oktavianus menilai konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina merupakan bukti nyata bahwa nafsu imperialistik masih eksis hingga hari ini meski perang dingin sudah berakhir 30 tahun lalu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News