Konon, Pasal Masa Jabatan Presiden Bakal Disusupkan di Amendemen UUD 1945

Konon, Pasal Masa Jabatan Presiden Bakal Disusupkan di Amendemen UUD 1945
Arsip Foto - Gedung Nusantara di dalam Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/11/2015). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/pras.

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPD RI Abdul Rachman Thaha (ART) mengungkap alasannya kukuh menolak rencana amendemen UUD 1945 dengan dalih menambah kewenangan MPR RI menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

"Menambah kewenangan MPR itu terbuka dinyatakan sebagai salah satu poin amendemen," ucap Rachman Thaha kepada JPNN.com, Senin malam (23/8).

Namun, senator asal Sulawesi Tengah (Sulteng) itu menyebut perubahan terbatas terhadap konstitusi bakal disusupi dengan agenda perpanjangan masa jabatan presiden dan perubahan jadwal pemilu dengan tujuan agar Pilpres 2024 diundur ke 2027.

"Yang akan disusupkan adalah pasal-pasal terkait periode jabatan presiden (menjadi lebih dari dua periode) dan waktu penyelenggaraan pemilu (menjadi lebih dari lima tahunan)," tutur Anggota Komite I DPD RI itu.

Dua isu tersebut berkorelasi dengan adanya gerakan kelompok tertentu yang menghendaki masa jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode.

Kemudian isu Pilpres 2024 diundur ke 2027 mencuat menjelang HUT ke-76 Kemerdekaan RI lalu, tetapi kabar pengunduran jadwal pemilu itu langsung dibantah oleh KPU.

"Saya, selaku anggota DPD RI menegaskan ulang bahwa saya menentang rencana-rencana tersebut," ucap Rachman Thaha.

Senator yang beken disapa dengan inisial ART itu juga meyakini DPD RI bersama sejumlah fraksi di MPR bisa menggagalkan amendemen UUD 1945.

Anggota DPD RI Abdul Rachman Thaha menyatakan amendemen UUD 1945 bakal disusupi agenda menambah masa jabatan presiden dan pengunduran jadwal pemilu 2024 ke 2027.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News