Konsumsi Masyarakat Bergeser, Perbankan Garap Leisure
Selain itu, harga per kamar harus senilai seperseribu dari total investasi pembangunan hotel.
’’Ini harus dipenuhi. Jika mereka menjual rate per kamar yang tidak sesuai dengan ketentuan itu, tidak bisa lolos pembiayaan kredit,’’ terangnya.
Langkah untuk masuk ke segmen leisure didasari kebutuhan masyarakat akan hal itu yang belum bisa tergantikan oleh teknologi.
Berbeda dengan sektor ritel yang bisa digantikan e-commerce. Di segmen leisure, masyarakat masih membutuhkan pengalaman fisik.
’’Selfie di Labuan Bajo, lalu diunggah di media sosial. Memang itu yang sedang jadi tren,’’ imbuhnya.
Selain itu, kontribusi nasabah milenial yang mencapai 62 persen terhadap total nasabah BNI membuat perseroan harus terus berinovasi dalam mengembangkan layanan.
’’Bank harus berubah. Sebab, selama ini, fintech (financial technology) agresif dalam mengembangkan usahanya. Ada pula perusahaan transportasi yang tidak memperoleh izin, lalu akhirnya akuisisi perusahaan fintech,’’ katanya.
Salah satu yang dipertimbangkan BNI untuk masuk ke sektor tersebut adalah menerapkan strategi anorganik.
Perbankan memperbesar kredit di segmen leisure seiring pergeseran pola konsumsi masyarakat dari konsumsi berbasis barang menjadi pengalaman.
- Rasio Kredit Berisiko LB Bank Turun di Bawah 35 Persen, Ini Penyebabnya
- Smart Finance Maksimalkan Kolaborasi dengan CBI
- CLIK Siap Dukung Lembaga Keuangan Menghadirkan Fasilitas Pinjaman Terjangkau
- Hadapi Berbagai Tantangan, Bank DKI Utamakan Transformasi Perbankan
- BNI Memboyong 5 UMKM Kopi ke Amsterdam Coffee Festival 2024
- Kemenkes Sebut Air Minum jadi Pilar Mencapai Indonesia Emas 2045