Konsumsi Produk Makanan Olahan Picu Kanker?

Konsumsi Produk Makanan Olahan Picu Kanker?
ilustrasi kanker paru-paru

jpnn.com - Makanan olahan merupakan jenis makanan yang diproses—sering kali hingga berkali-kali. Biasanya makanan olahan bisa disajikan dan dimakan langsung.

Makanan olahan memiliki reputasi buruk karena biasanya sudah melalui proses dan penambahan sejumlah zat yang bisa membahayakan kesehatan. Satu di antaranya adalah bisa memicu risiko kanker.

Baru-baru ini, para peneliti dari Universitas Sorbonne Paris Cite, Prancis, menemukan kaitan antara makanan olahan dengan risiko kanker. Mereka mengategorikan jenis makanan tersebut sebagai ultra-processed food.

Penelitian ini dilakukan terhadap 105 ribu orang. Dalam studi tersebut, terindikasi bahwa semakin banyak makanan olahan jenis ultra-processed dikonsumsi, maka semakin tinggi pula risiko kanker.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun mengatakan bahwa daging olahan juga bisa sedikit meningkatkan risiko kanker.

Berikut ini adalah jenis-jenis makanan olahan yang termasuk ke dalam kategori ultra-processed food:

1. Roti dalam kemasan produksi pabrik yang diproduksi secara massal.

2. Camilan manis atau asin dalam kemasan, termasuk keripik.

3. Bar cokelat dan permen.

4. Soda dan minuman dengan pemanis buatan

5. Bola daging (meatball), nugget ayam dan ikan

6. Sup dan mi instan

7. Makanan beku atau makanan shelf-life (biasanya makanan dalam kemasan kardus atau kaleng yang bisa disimpan di lemari penyimpan makanan hingga berbulan-bulan)

8. Makanan yang kebanyakan atau seluruhnya terbuat dari gula, minyak, dan lemak.

Dalam penelitian ini, para peneliti melakukan survei makanan selama dua hari untuk mengetahui apa saja yang dikonsumsi para objek penelitian.  Setelah itu, objek penelitian, mayoritas adalah wanita paruh baya, terus dipantau selama kurang lebih lima tahun.

Hasil penelitian yang dipublikasikan di British Medical Journal, menunjukkan hubungan yang signifikan. Jika jumlah konsumsi makanan olahan ultra-processed pada pola makan meningkat 10 persen, maka jumlah kanker yang terdeteksi juga meningkat hingga 12 persen.

Para peneliti menyimpulkan bahwa meningkatnya konsumsi makanan olahan ini bisa mendorong peningkatan risiko kanker pada tahun-tahun mendatang. Meski demikian, para peneliti juga mengatakan bahwa hasil penemuan ini harus dikonfirmasi lagi dengan penelitian lanjutan berskala besar, untuk benar-benar mengungkap kaitan antara makanan olahan dan kanker.

Hasil dari penelitian ini tidak benar-benar membuktikan bahwa makanan olahan dapat menyebabkan kanker. Namun, ada beberapa faktor lain yang menjadikan hasil penelitian ini perlu dikaji lebih lanjut. Salah satu faktor tersebut yaitu perilaku seseorang yang bisa memicu kanker, misalnya kebiasaan merokok, kurang aktif bergerak atau malas berolahraga, mengonsumsi terlalu banyak kalori, atau konsumsi kontrasepsi oral.

Menurut profesor Linda Bauld, pakar pencegahan kanker dari Cancer Research Inggris, yang dikutip di laman BBC, mengonsumsi makanan olahan memang diketahui bisa mengakibatkan berat badan berlebih atau obesitas. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko kanker.

Dia pun menganggap bahwa secara keseluruhan, penelitian tersebut merupakan sebuah sinyal peringatan bagi Anda untuk menerapkan pola makan sehat. Meski begitu, dia menganggap bahwa Anda tak seharusnya terlalu khawatir tentang konsumsi makanan olahan, selama Anda mengimbanginya dengan mengonsumsi lebih banyak buah, sayur, dan serat.

Sebagai tindakan pencegahan dari hal-hal dapat meningkatkan risiko kanker, maka kurangilah konsumsi makanan jenis produk olahan yang membahayakan kesehatan. Percayalah, makanan yang tidak melalui proses pabrik dan makanan yang alami seperti buah dan sayur, jauh lebih bermanfaat bagi kesehatan Anda. Selain itu, mulailah dengan menerapkan pola hidup sehat dan rutin berolahaga.(RVS/klikdokter)


Makanan olahan memiliki reputasi buruk karena biasanya sudah melalui proses dan penambahan sejumlah zat yang bisa membahayakan kesehatan.


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News