Korban Pak Kades Bejat Diintimidasi Supaya Tidak Mengaku

Korban Pak Kades Bejat Diintimidasi Supaya Tidak Mengaku
Ketua LPA Paluta Farida Khairani Ritonga bersama pengurus LPA Sumut dan Deli Serdang saat mendampingi korban melapor ke Polda Sumut, Senin (2/10).

jpnn.com, PALUTA - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Paluta angkat bicara soal kasus pencabulan yang dialami NR, 15, anak yatim yang sudah putus sekolah.

Ketua LPA Paluta Farida Khairani Ritonga mengaku ada kejanggalan dalam kasus dugaan cabul yang dialami NR.

Apalagi, kasus yang membelit oknum kepala desa nan tajir itu tidak berjalan. Itu sebabnya, pihaknya mengambil inisiatif untuk melaporkan kasus itu ke Poldasu.

Ada beberapa hal yang dikomplain pihaknya atas kasus cabul yang dialami korban. Pihaknya menuding banyak kejanggalan yang terjadi pada proses penyidikan kasus sesuai dengan LP/234/VII/2017/SU/Tapsel yang dilaporkan ke Polres Tapsel pada 10 Juli 2017 lalu.

“Ada kejanggalan pada proses penyidikan atas laporan kasus tersebut. Pertama penyidik yang memeriksa bukan petugas perempuan, tapi penyidik laki-laki,” ujarnya usai membuat laporan ke Poldasu dengan nomor pengaduan Dumas/80/X/2017/Wassidik.

Kemudian, ada dugaan intimidasi yang dilakukan kepada korban untuk tidak mengakui perbuatan cabul yang dialaminya.

Tetapi, saat datang ke LPA, korban malah dengan sedih dan traumatik menceritakan kejadian bejat yang dialaminya.

“Ini sudah jelas, ada permainan untuk menutupi masalah ini. Apalagi sudah ada pengaduan, dan korban mengaku dan menceritakan semuanya. Jadi siapa yang bermain disini?” tanya dia.

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Paluta angkat bicara soal kasus pencabulan yang dialami NR, 15, anak yatim yang sudah putus sekolah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News