Korupsi Agung
Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Ungkapan itu menyiratkan bahwa dalam kondisi apa pun keadilan harus ditegakkan, bahkan ketika langit runtuh pun keadilan harus ditegakkan.
Ketika dunia binasa pun keadilan masih tetap harus ditegakkan. Keadilan tetap harus ditegakkan meskipun dunia kiamat. Begitu kira-kira maksudnya.
Adagium itu seharusnya juga dimaknai secara terbalik. Kalau hukum tidak ditegakkan, maka dunia akan binasa. Kalau hukum tidak ditegakkan maka langit akan runtuh. Kalau hukum tidak ditegakkan maka dunia akan kiamat. Begitulah seharusnya.
Dalam dunia yang ideal, para penegak hukum itu menjadi tiang utama untuk menegakkan hukum.
Akan tetapi, dunia ideal itu hanya ada di negara utopia-nya Thomas More.
Di dalam dunia nyata, penegakan hukum sering tidak tegak dan malah miring.
Dalam salah satu bait puisinya, Gus Mus menyebut, “Penegak hukum jalannya miring’’, untuk menggambarkan ironi yang terjadi di ‘’Negeri Amplop’’. Penegak hukum jalannya harusnya tegak, tetapi ternyata penegak hukum jalannya miring.
Itu terjadi di Negeri Amplop yang digambarkan Gus Mus dalam puisinya. ‘’Amplop-amplop di negeri amplop, Mengatur denga teratur, Hal-hal yang tak teratur menjadi teratur, Hal-hal yang teratur menjadi tak teratur, Memutuskan putusan yang tak putus, Membatalkan putusan yang sudah putus…’’
Mahkamah Agung adalah benteng terakhir untuk mempertahankan dan mencari keadilan, tetapi benteng itu bobol.
- Komisi Kejaksaan Tegaskan Produk Jurnalistik Tidak Bisa Dijadikan Delik Hukum
- Prabowo Percaya Hakim Bergaji Besar Tidak Bisa Disogok
- KPK Ingatkan Guru & Dosen: Gratifikasi Bukan Rezeki
- KPK Periksa Mantan Direktur LPEI Terkait Kasus Korupsi Fasilitas Kredit
- Eks Pejabat MA Jadi Tersangka TPPU, Kejagung Makin Dekat Membongkar Mafia Peradilan
- Dukung RUU Perampasan Aset, Prabowo Sentil Koruptor: Enak Saja Sudah Nyolong...