KPK Bidik Utang Luar Negeri

KPK Bidik Utang Luar Negeri
KPK Bidik Utang Luar Negeri
JAKARTA - Menyusul hasil laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengungkapkan ruwetnya pengelolaan utang luar negeri (LN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan. Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK Haryono Umar mengungkapkan pihaknya akan mendorong lembaga-lembaga yang mengurusi utang untuk melakukan perbaikan.

     ’’Misalnya soal manajemen (pencatatan, Red) dan terkait bagaimana mengontrol utang,’’ ujarnya. Skema utang juga lebih merugikan daripada menguntungkan. ’’Kadang-kadang uangnya tidak kita pakai, tapi perhitungan bunga tetap jalan,’’ ujarnya. Bahkan, bunga dihitung sejak dana singgah di rekening pemerintah, meski program belum berjalan.

    Bukan hanya itu. Terkadang meski dikemas dalam program bantuan, itung-itungan yang ditawarkan kreditor sering lebih mahal ketimbang jika pemerintah mengadakan sendiri. Sebab, buntut dari pinjaman, kreditor biasanya menyertakan persyaratan menggunakan barang dan jasa dari negara kreditor dengan harga yang mereka patok sendiri.

     Menurut mantan auditor BPKP tersebut, pihaknya akan menggandeng Bappenas dan Departemen Keuangan untuk memperbaiki manajemen utang. ’’Harus diperbaiki, jangan sampai rakyat makin rugi,’’ tambahnya.

    Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai tidak wajar jumlah saldo utang luar negeri beserta bunganya. Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Sjafii A. Baharuddin membeberkan amburadulnya pencatatan utang luar negeri yang kini totalnya Rp 450 triliun. Berdasar data kreditor, terdapat selisih lebih yang totalnya Rp 791,18 miliar. Pada saat yang sama, data kreditor justru memperlihatkan adanya selisih kurang Rp 224,88 miliar.

     Dari sisi pinjaman, Dirjen Pengelolaan Utang Departemen Keuangan mencatat USD 111,005 miliar. Sementara Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah pinjaman USD 111,639 miliar. Dengan demikian, terdapat perbedaan jumlah utang USD 634,444 atau sekitar Rp 5,9 triliun. Dari sisi pencairan utang, antara jumlah yang belum dicairkan dan pokok juga terdapat.perbedaan catatan antara Depkeu dan BI.

     Di sisi pencairan utang, terdapat perbedaan USD 1,7 miliar. Pada jumlah utang yang belum dicairkan pun terdapat selisih USD 575,285. Sementara dari sisi utang pokok, terdapat perbedaan USD 1,702 miliar. laporan dari catatan kreditur asing dengan catatan pemerintah terdapat perbedaan hampir Rp 791,18 miliar. Menurut Sjafri, perbedaan pencatatan itu bisa saja diartikan sebagai penggelembungan atau penciutan utang negara. Tapi, bisa pula terjadi akibat pembukuan atau administrasi.

    Koordinator Koalisi Anti Utang Dani Setiawan mendukung langkah KPK. ”Namun jangan hanya membidik dari sisi pemerintahnya, perjanjian utang pun harus dilihat,” ujarnya, lantas menambahkan biaya impor barang yang biasanya disyaratkan kreditor dalam utang proyek bisa jadi lebih mahal 30 persen. Belum lagi biaya konsultan asing yang sangat mahal.

JAKARTA - Menyusul hasil laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengungkapkan ruwetnya pengelolaan utang luar negeri (LN), Komisi Pemberantasan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News