KPU Investigasi Formulir C1

Bawaslu Bakal Lapor Polisi jika Ada Kecurangan

KPU Investigasi Formulir C1
KPU Investigasi Formulir C1

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus mengawal penghitungan suara di berbagai tingkat dengan menelusuri dugaan kecurangan serta manipulasi. Setelah pelaksanaan pencoblosan ulang di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di tiga provinsi, yakni Jogjakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Barat, kali ini KPU menemukan indikasi kecurangan dalam formulir C1 atau formulir rekapitulasi suara di TPS.
 
Ada dua masalah yang ditemukan KPU. Yaitu, adanya 17 TPS di Kecamatan Ketapang, Sampang, Madura, dan Jawa Timur yang formulir C1-nya hanya dimenangi capres nomor urut 1 Prabowo-Hatta. Lalu, ada dua TPS di Gunung Kidul, Jogjakarta, yang di dalam formulir C1-nya tidak terdapat jumlah pemilih.
 
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menuturkan, atas temuan kasus-kasus formulir C1, itu pihaknya masih mendalami. Mengenai kasus di Sampang, KPU berupaya mencari informasi secara utuh. "Kami mencari informasinya. Mudah-mudahan hanya kekeliruan," ujarnya.
 
Sebenarnya Sampang merupakan daerah dengan masalah yang cukup krusial saat Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Karena itu, KPU berupaya memastikan kejadian sebenarnya. "Ini perlu perhatian khusus," jelasnya.
 
Hadar memprediksi, jika ada penyelenggaraan yang keliru, khusus di Sampang tersebut, ada berbagai pertimbangan yang akan dipikirkan secara matang oleh KPU. "Kami mohon bersabar sedikit. Perlu proses untuk mengetahui faktanya," terangnya kemarin pagi (14/7).
 
Walaupun begitu, lanjut dia, sebenarnya kejadian semacam itu merupakan hal biasa. Sebab, pada pileg lalu, masalah semacam tersebut terjadi. Di Sampang, lanjut Hadar, pengaruh tokoh agama sangat besar untuk mengarahkan pilihan warga dalam pilpres.

"Bisa jadi seperti pemilu legislatif lalu. Sebab, (pengaruh) kiai sangat kuat. Kalau tidak memilih apa yang dibilang kiai, orang bisa diusir dari kampungnya," ungkapnya.
 
Meski menilai kejadian di Sampang itu adalah wajar, Hadar menegaskan, tidak tertutup kemungkinan ada kesengajaan dalam masalah tersebut. "Bisa jadi human error atau malah kesengajaan. Semua kemungkinan bisa saja," ujarnya.
 
Karena itu, dia meminta media dan masyarakat tidak menyimpulkan terlalu jauh. Sebab, terlepas dari kekeliruan itu, KPU memiliki proses koreksi sehingga hasilnya sama dengan apa adanya di lapangan atau TPS. Caranya, merekap ulang surat suara di tingkat bawah atau TPS. "Jadi, bisa diketahui bagaimana kekeliruan itu terjadi," jelasnya.
 
Selain itu, ada mekanisme yang bisa ditempuh. Yakni, mengecek jumlah pemilih yang hadir dengan jumlah surat suara yang sah dan jumlah surat suara yang tidak sah. Jika ditemukan ketidakcocokan, tentu ada masalah. "Petugas di Sampang sudah diminta mencari tahu," katanya.
 
Langkah selanjutnya, jika masalahnya diketahui, petugas akan membuat berita acara pemeriksaan (BAP). Untuk masalah angkanya, tentu KPU bakal mengembalikan jumlah suara seperti aslinya. "Jadi, jangan khawatir," tuturnya.

Yang sebenarnya juga penting adalah peran saksi di TPS tersebut. Dia mengungkapkan, saksi bisa memberikan keterangan jika ternyata memang ada masalah. "Kalau saksinya aktif, tentu akan sangat membantu," ujarnya.
 
Berdasar laporan Jawa Pos Radar Madura, 17 TPS yang seluruh pemilihnya mencoblos Prabowo-Hatta itu berada di Desa Ketapang Barat, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang. Temuan tersebut kini juga menjadi bahan kajian KPU dan Panwaslu Sampang.
 
Ketua Panwaslu Kabupaten Sampang Novita Andriyani menyatakan, hingga saat ini secara tertulis tidak ada laporan pelanggaran. "Saat ini kami melakukan audit tingkat kehadiran di bawah. Itu untuk memastikan proses partisipasi masyarakat," katanya kemarin. Menurut dia, di wilayah Sampang, terdapat sekitar 70 TPS yang nilai kehadirannya mencapai 100 persen. Salah satunya di Kecamatan Camplong.
 
Sementara itu, Pokja Rekapitulasi dan Verifikasi Data KPU Sampang Addy Imansyah menyatakan, pihaknya akan melakukan investigasi internal untuk memastikan kehadiran mutlak tersebut.

"Hari ini (kemarin, Red) kami koordinasi dengan PPK. Sebelumnya kami juga mendata TPS mana saja yang masuk kategori yang hasilnya tidak masuk akal tersebut sehingga bisa mengetahui hasil dan tingkat kehadiran di bawah," paparnya.
 
Pihaknya memastikan tidak ada pelanggaran dan masalah dalam pelaksanaan pilpres di lokasi yang tingkat kehadirannya mutlak tersebut. Termasuk, saksi hadir dan tidak ada keberatan.
 
Sementara itu, Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak menuturkan, kendati belum ada laporan tentang masalah formulir C1 tersebut, jika dilihat sekilas, tentu ada yang patut dipertanyakan dalam kejadian itu. Yakni, mengapa suara hanya diperoleh satu pasangan capres-cawapres? "Pertanyaannya sangat mendasar," ujarnya.
 
Dalam satu TPS, sangat jarang terdapat suara yang hanya untuk salah satu pasangan calon. Namun, tidak berarti tidak mungkin ada TPS yang hanya memilih satu pasangan calon. "Karena itu, Bawaslu akan meminta Bawaslu Jatim menjelaskan kejadian sebenarnya," tuturnya.
 
Nelson menegaskan, jika memang ada pelanggaran dalam pencoblosan tersebut, Bawaslu akan mengklarifikasi apakah itu merupakan pelanggaran pemilu dengan sanksi administratif atau tindak pidana. Jika memang ada unsur tindak pidana, Bawaslu akan menyerahkan kepada pihak berwajib. "Kami akan laporkan ke polisi jika begitu," ujarnya.
 
Kecurangan dalam formulir C1 plano bukannya tidak bisa diketahui. Dia menyatakan, ada cara untuk mengetahui adanya kecurangan atau tidak. Jumlah pemilih dengan jumlah surat suara sah dan tidak sah harus cocok. Jika tidak cocok, tentu ada masalah. "Itu caranya," jelasnya.
 
Karena itu, lanjut dia, daftar hadir di TPS tersebut sangat penting untuk mengetahui pasti jumlah pemilih. "Daftar hadirnya harus dipelajari. Jika ada kecurangan, mekanisme koreksi harus ditempuh KPU," katanya.
 
Di bagian lain, Marwan Ja"far, anggota Badan Pemenangan Tim Nasional Jokowi-JK, mendesak sejumlah pihak untuk aktif melakukan langkah-langkah nyata terkait dengan potensi manipulasi perolehan suara di berbagai daerah. Sebab, menurut dia, pihaknya telah menangkap indikasi kuat adanya upaya-upaya kecurangan yang masif dan terstruktur untuk memenangkan capres-cawapres tertentu.
 
Dia menunjuk indikasi kecurangan di Kabupaten Bangkalan dan Sampang, Madura, Jawa Timur. Menurut dia, dua kabupaten tersebut secara khusus dan Madura secara umum perlu mendapat perhatian khusus. "Ada indikasi kecurangan yang sangat nyata di sana, bahkan dibarengi intimidasi dan ancaman penghilangan nyawa," ungkapnya saat dihubungi kemarin.
 
Dia membeberkan, di wilayah Madura, khususnya di Sampang dan Bangkalan, bawaslu dan para saksi relatif dibuat tidak bisa berkutik. Ada kekuatan besar di sana yang bermain curang. "Ini contoh bentuk premanisme dan fandalisme pilpres," katanya.
 
Karena itulah, lanjut Marwan, pihaknya merasa perlu mendorong aparat kepolisian, mulai tingkat mabes, polda, hingga polres, untuk turun tangan menginvestigasi. Langkah itu, lanjut dia, sangat penting karena merupakan perintah undang-undang. "Alangkah baiknya pula prosesnya bisa terus ditingkatkan hingga di pengadilan. Bukan hanya di Madura, tapi juga di wilayah lain. Kami mendorong hal yang sama dilakukan," tegas ketua DPP PKB tersebut."
 
Di tempat terpisah, Direktur Relawan Tim Pemenangan Prabowo-Hatta Harris Bobihoe meminta pihak yang menemukan kejanggalan pada formulir C1 menunjukkan bukti-bukti. Menurut dia, hal tersebut lebih beradab daripada mengumbar dugaan-dugaan kecurangan yang berujung pada upaya mendiskreditkan pihak atau pasangan capres tertentu.

"Saya kira jangan hanya bicara, tapi tidak ada bukti yang jelas. Katakan saja, di tempat mana saja, sambil memberikan bukti-bukti yang jelas," ujarnya.
 
Menurut dia, jika memang ada kejanggalan pada formulir C1, KPU maupun Bawaslu tentu akan mengetahui. Sebab, dua lembaga penyelenggara pemilu itu telah memonitor jalannya Pilpres 2014 dengan baik. "Semua pihak seharusnya menahan diri untuk tidak menciptakan keresahan-keresahan," tegasnya.
 
Selain itu, lanjut dia, kontestasi pilpres yang hanya diikuti dua pasangan juga membuat potensi kecurangan semakin kecil. "Tidak mungkin mereka dengan hanya dua pasangan pilpres ini melakukan kecurangan. Akan sangat gampang dideteksi," katanya.
 
Sementara itu, soal pencoblosan ulang, Komisioner KPU Arief Budiman menuturkan, belum terlihat indikasi adanya desain khusus atau kesengajaan sehingga pencoblosan harus diulang.

"Secara umum pencoblosan ulang itu dilakukan karena kekurangan sumber daya manusia (SDM)," ujarnya.

Menurut dia, kualitas SDM penyelenggara pemilu di seluruh Indonesia tidak bisa merata. "SDM masih kurang. Tapi, yang penting, KPU mengerjakan sesuai dengan undang-undang," paparnya di kantor KPU kemarin. (idr/dyn/ano/c5/kim)


JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus mengawal penghitungan suara di berbagai tingkat dengan menelusuri dugaan kecurangan serta manipulasi.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News