Kudatuli dan Kisah 3 Jenderal Memilih Membela Megawati

Kudatuli dan Kisah 3 Jenderal Memilih Membela Megawati
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Jenderal (Purn) Agum Gumelar. Foto: Antara

Namun, Hartono setali tiga uang dengan Feisal yang menjabat menteri cuma dua bulan di kabinet terakhir era Soeharto itu.

Adapun Syarwan ditugaskan menjadi wakil ketua DPR/MPR hasil Pemilu 1997. Di era pemerintahan Presiden BJ Habibie, tokoh militer asal Riau itu ditunjuk menjadi mendagri menggantikan R Hartono.

Sutiyoso lebih beruntung. Setelah Kudatuli, pangkatnya naik menjadi letjen.

Pada 1997, tentara yang lama berkiprah di Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu menjadi gubernur DKI. Dia menjabat posisi itu hingga 2007.

“Lihatlah, Feisal Tanjung kemudian diangkat menjadi menko polkam, Syarwan Hamid menjadi mendagri, Hartono menjadi menteri penerangan, Letkol Pol Abubakar (mantan Kapolres Metro Jakpus) hanya dalam waktu empat tahun sudah menjadi brigjen, Sutiyoso naik pangkat menjadi bintang tiga dan menjadi gubernur DKI,” ujar tokoh Pemuda Pancasila Yorris Raweyai sebagaimana dinukil dari buku 'Soeyono, Bukan Puntung Rokok' terbitan 2003.

Yorris tahu betul soal skenario penyerbuan ke kantor DPP PDI. Menurut dia, anggota Pemuda Pancasila membantu pembubaran mibar bebas di DPP PDI.

“Kami dipaksa menggunakan kaus PDI saat membantu Kodam Jaya melakukan pengamanan ketika terjadi penyerbuan kantor PDI,” katanya.

Namun, ada pula perwira TNI yang memilih membela Megawati. Di antara mereka ialah Agum Gumelar, AM Hendropriyono, dan Theo Syafei.

Kudatuli atau Kerusuhan 27 Juli 1996 diyakini sebagai cara pemerintah Orde Baru menyingkirkan Megawati yang pada saat itu meraih simpati publik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News