Kunci Pintu

Oleh: Dahlan Iskan

Kunci Pintu
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Saya minta sesekali diselingi ABBA. Tetapi istri saya protes. Dia pilih rekaman salat tarawih dari Makkah. Lalu ada kompromi: selawat Habib Syekh.

Baca Juga:

Safari Ramadan pun melintasi Panjalu. Waktu dulu ke Panjalu, Kang Dadan sempat ragu apakah ikut menyeberangi danau. Ke pulau kecil di tengahnya. Pulau yang dikeramatkan. Ada makam nabi kecil di dalamnya, termasuk satu di antara 600 nabi di Nusantara.

Orang Tasik banyak yang tidak mau menyeberangi danau kecil yang teduh dan rimbun itu. Seperti orang Madiun yang percaya kalau kawin jangan memilih wanita di sebelah timur sungai Brantas.

Kali ini kami tidak ke Danau Panjalu. Nicky masih jomblo. Jangan sampai tidak ketemu jodoh. Maka kalau di situ lagu dangdut di mobil dihentikan itu bukan karena takut yang keramat itu. Memang sudah waktunya ganti lagu Sunda yang Kang Sahidin hafal semuanya.

Itu sekaligus pertanda tidak lama lagi sampai Sirna Rasa. Bukan untuk yang pertama. Inilah pusat aliran tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Mursyidnya: Abah Ghaos. Ia putra Abah Anom, sang ''pintu ke 37'' jalan menuju Tuhan.

Berarti Abah Ghaos adalah pintu ke-38. Sedang Abah Sepuh, kakek Abah Ghaos, adalah pintu ke-36.

Anda sudah tahu: pintu nomor 2-nya adalah Syayidina Ali bin Abi Thalib. Yang tewas dibunuh di Makkah.

Lalu pintu ke-3 nya Husein, putra Ali, yang juga tewas dibunuh di padang Karbala. Kepalanya dipenggal. Ditendang sana-sini. Lalu dibawa ke Damaskus, Syria. Untuk dipersembahkan ke khalifah Muawiyah sebagai tanda musuh besarnya telah tiada.

Sejak itu tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah selalu mendukung pemerintah, Golkar. Kali ini, saya lihat spanduk besar Anies Baswedan di seberang Sirna Rasa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News