Kurs Rupiah di Titik Terendah, Apa Pemicunya?

Kurs Rupiah di Titik Terendah, Apa Pemicunya?
Uang Rupiah. Foto: JPNN

Misalnya pertumbuhan ekonomi yang tak terlalu pesat, namun masih mampu tumbuh positif 5,07 persen. Inflasi sepanjang 2017 3,4 persen dan Februari 3,18 persen justru menunjukkan penurunan.

Neraca pembayaran pada 2017 masih surplus USD 10 miliar, meski perkembangan ekspor sempat tersendat pada awal tahun ini.

Angka-angka tersebut menunjukkan perbaikan ekonomi. Buktinya, lembaga-lembaga pemeringkat seperti Fitch, Japan Credit Rating Agency (JCRA) serta Standard & Poor's (S&P) menaikkan peringkat investment grade untuk Indonesia.

Di sisi lain, indeks harga saham gabungan (IHSG) juga masih berada di zona hijau berkat ekspektasi investor dalam negeri yang kuat terhadap perekonomian.

"Kalau dibilang undervalued, level Rp 13.800 itu memang terlalu rendah. Itu tidak mencerminkan fundamental kita saat ini," ungkap Doddy.

Soal melemahnya rupiah yang dapat berdampak pada inflasi, BI tetap tidak mengubah sasarannya.

Dalam asumsi APBN 2018, pemerintah menakar sasaran inflasi akan berada di kisaran 2,5-4,5 persen. Angka tersebut menurun dibanding sasaran inflasi pada 2017 yang berkisar 3-5 persen.

Menurut Doddy, jika harga minyak non subsidi saat ini naik pun, hal itu hanya akan berdampak kecil terhadap inflasi atau tidak sampai 0,5 persen.

Kurs Rupiah terhadap USD berada di titik terendah yakni sempat diperdagangkan Rp 13.810.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News