Kurs Rupiah di Titik Terendah, Apa Pemicunya?

Kurs Rupiah di Titik Terendah, Apa Pemicunya?
Uang Rupiah. Foto: JPNN

Kekhawatiran yang sama juga dirasakan pada negara-negara yang memberikan yield surat berharga negara (SBN) besar, seperti India.

Seiring terus menguatnya ekspektasi pasar terhadap rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Federal Reserve), yield US treasury pun ikut naik.

Doddy mengatakan, yield surat utang AS bertenor 10 tahun telah naik 38 basis points (bps) atau sekitar 3 persen sejak awal Januari lalu. Hal itu mendorong yield SBN bertenor 10 tahun juga naik hingga bps 55.

Sebab, ada kekhawatiran dana-dana asing yang singgah lewat pasar obligasi dan pasar saham Indonesia kembali 'lari' ke negara-negara maju. Hal itu memicu yield SBN ikut naik dan mata uang AS pun menguat terhadap mata uang negara-negara lain.

"Dengan ruang defisit fiskal di AS yang semakin besar, suplai obligasi di AS membengkak dengan yield yang juga naik. Telebih itu dibarengi dengan capaian ekonomi di AS yang tumbuh terakselerasi, mulai dari pertumbuhan upah, serapan tenaga kerja dan pertumbuhan produksi," lanjut Doddy.

BI, kata dia, tak tinggal diam ketika rupiah mencapai Rp 13.800. Dengan cadangan devisa yang dimilikinya, BI langsung mengintervensi pasar dengan turut masuk ke pasar uang.

"Itu kan terkait taktik dan strategi, kapan kami masuk ke pasar, meski tidak setiap detik. Berapa volume kami masuk, berapa volume intervensinya, itu rahasia. Yang penting, sekarang rupiah sudah berangsur keluar dari Rp 13.800," tutur Doddy.

Melemahnya rupiah kali ini, menurutnya, murni faktor eksternal dan tidak mencerminkan fundamental perekonomian dalam negeri. Sebab, perekonomian Indonesia sejauh ini sudah menunjukkan perbaikan.

Kurs Rupiah terhadap USD berada di titik terendah yakni sempat diperdagangkan Rp 13.810.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News