Kursi Roda untuk Penderita Stroke, Digerakkan Sinyal Otak

Kursi Roda untuk Penderita Stroke, Digerakkan Sinyal Otak
Arjon Turlip, penemu kursi roda otak, sedang menjelaskan cara kerja kursi roda otak bersama tim LIPI. Foto: Zalzilatul Hikmia/JAWA POS

Arjon Turnip, peneliti utama kursi roda otak tersebut, mengakui bahwa penelitian itu memang baru tahap imajinasi. Dia pun sudah berencana menindaklanjutinya secara serius agar kursi roda tersebut bisa digunakan. Dia mengaku telah berkomunikasi dengan sejumlah dokter dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung untuk melakukan kajian bersama.

’’Agar bisa tahu secara medisnya bagaimana. Terus terang, kursi ini memang belum diujicobakan ke pasien. Karena itu, kan tidak bisa sembarangan,’’ tegas alumnus Pusan National University, Busan, Korea Selatan, tersebut. Namun, imbuh dia, dari sisi engineering, kursi roda tersebut dijamin aman karena tidak akan melukai pengguna.

Arjon baru empat tahun mendalami teknologi tersebut di tanah air sepulang meraih doktor di Korea Selatan, 2011. Arjon yang mendapat banyak ilmu soal EEG di sana langsung menyalurkannya kepada anak didiknya di Bandung.

Dalam praktiknya, aplikasi EEG masih digunakan untuk hal-hal sederhana. Misalnya, untuk mobil-mobilan. Lambat laun, dalam benaknya muncul keinginan untuk mengembangkan teknologi EEG itu agar bermanfaat. Dia pun membuat aplikasi brain mapping dan mengembangkan lie detector. ’’Lalu, pada 2013 mulai berpikir bikin kursi roda,’’ ungkapnya. 

Pemikiran itu muncul setelah Arjon mengamati perkembangan penyakit yang diderita masyarakat Indonesia. Menurut dia, saat ini, di antara semua penyakit yang tidak menular, stroke menempati posisi ketiga teratas. Karena itu, pria yang genap berusia 42 tahun pada April nanti tersebut berharap bisa memberikan sumbangsih untuk meringankan beban mereka. 

Mengajak sejumlah rekan sejawat dan anak didiknya, Arjon memulai penelitian kursi roda yang digerakkan dengan pikiran. Mereka dibagi dalam beberapa tim. Ada bagian yang menerjemahkan algoritma untuk membuat software. Ada pula tim yang bertugas membuat pengontrol untuk meneruskan perintah sinyal otak ke kursi roda.

Prosesnya pun tidak mudah. Selama lebih dari dua bulan, tim harus mengulang percobaan untuk mengetahui berapa besar frekuensi yang dikirim otak untuk perintah maju, mundur, serta belok kanan dan kiri. ’’Pengelolaan sinyal dari otak itu ibarat mencari jarum di tumpukan jerami. Artinya, sangat sulit ditangkap dan banyak ’sampah’-nya,’’ ujar pria kelahiran Panangkoha, Samosir, Sumatera Utara, tersebut.

Setelah berhasil membuat formulanya, dia menyinkronkannya dengan database di software. Akhirnya, kursi roda bisa dijalankan dengan sistem EEG pada awal 2014. ’’Terus kami sempurnakan hingga sekarang agar betul-betul bisa digunakan,’’ tegasnya.

TANGAN robot karya I Wayan Sutawan (Tawan) dari Bali sempat memicu polemik. Penggunaan teknologi sinyal otak untuk menggerakkan lengan robot itu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News