Kursi Roda untuk Penderita Stroke, Digerakkan Sinyal Otak

Kursi Roda untuk Penderita Stroke, Digerakkan Sinyal Otak
Arjon Turlip, penemu kursi roda otak, sedang menjelaskan cara kerja kursi roda otak bersama tim LIPI. Foto: Zalzilatul Hikmia/JAWA POS

’’Sekarang coba konsentrasi dan perintahkan untuk maju ke depan,’’ ujar salah seorang anggota tim peneliti kursi roda otak itu. 

Menggerakkan kursi roda tersebut ternyata tidak semudah dugaan awal. Meski sudah berkonsentrasi dan berusaha menggerakkannya, laju kursi roda sering tidak sesuai dengan yang dimaksud. Hal itu terjadi karena konsentrasi sering terputus.

’’Hahaha... Ini kok nggak bisa maju lurus?’’ kata Ari Supriyanti yang berkesempatan mencoba langsung kursi roda otak itu di balai Unit Pelaksana Teknis (UPT) LIPI Bandung, Rabu (27/1).

’’Coba sambil lihat gambar kotak di layar,’’ ujar Agung. 

Pria alumnus Fakultas Fisika, Universitas Islam Negeri (UIN) Gunung Djati, Bandung, itu langsung mengarahkan pandangan mata Ari ke empat kotak di layar.

Saran itu pun lebih memudahkan. Stimulan gambar membuat kursi roda berjalan sesuai dengan arah yang diinginkan. Meski, Ari merasakan delay selama beberapa detik saat instruksi berubah. Misalnya, dari perintah gerak lurus ke depan, lalu beralih belok kanan. 

Delay juga terjadi saat perintah untuk berhenti. Respons yang terlalu lama sering membuat kursi roda terbentur kaki meja di ruangan. ’’Memang tidak akan bisa seluwes saat digerakkan dengan tangan. Namun, untuk mengantisipasi, kami sudah pasang sensor sejauh 30 sentimeter sehingga laju akan berhenti bila sensor mendeteksi adanya benda,’’ jelasnya.

Memang masih banyak pekerjaan rumah untuk mengembangkan kursi roda otak itu. Sebab, penggunaannya juga cukup melelahkan. Sebab, otak dituntut berkonsentrasi penuh saat menjalankan kursi roda.

TANGAN robot karya I Wayan Sutawan (Tawan) dari Bali sempat memicu polemik. Penggunaan teknologi sinyal otak untuk menggerakkan lengan robot itu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News