Lampu Merah Penerimaan Negara

Oleh; Dradjad Wibowo PhD*

Lampu Merah Penerimaan Negara
Lampu Merah Penerimaan Negara

Kedua, kepercayaan pasar terancam rusak karena pelaku usaha menilai APBN tidak aman, atau berisiko krisis APBN. Ketiga, kondisi itu bisa memicu efek spiral yang negatif. Contohnya, obligasi negara makin mahal, suku bunga naik dan seterusnya.

Karenanya, sebaiknya pemerintah sigap mengatasi persoalan-persoalan itu. Ini tidak bisa hanya dibebankan kepada tim ekonomi kabinet semata.

Pertama, pemerintah sebaiknya lebih fokus mengurusi perekonomian, antara lain dengan mendorong kompromi nasional, sehingga keributan politik dan hukum bisa dikurangi.

Kedua, perlu langkah terobosan di bidang penerimaan negara. Kenaikan tunjangan bagi Ditjen Pajak bisa dipahami sebagai sebuah terobosan. Namun efeknya, timbul kecemburuan dari pegawai Ditjen Bea Cukai yang tidak mendapat kenaikan tunjangan.

Padahal, nilai rata-rata penerimaan negara per pegawai di Ditjen Bea Cukai lebih besar daripada di Ditjen Pajak, yaitu Rp 26 milyar versus Rp 17 milyar per pegawai. Ketimpangan ini harus diperbaiki supaya adil.

Ketiga, kami mengusulkan agar Presiden Joko Widodo membentuk gugus tugas khusus yang membina penerimaan negara. Gugus tugas ini langsung di bawah kendali Istana dan wajib menyusun dan menjalankan terobosan yang "out of the box".

Gugus tugas ini jangan menakut-nakuti pembayar pajak. Realitasnya, pembayar pajak ketakutan dengan kebijakan yang selalu mengedepankan "pentungan" dibanding "wortel". Contohnya adalah pelaporan pemotongan pajak deposito per nasabah. Ini bisa memicu capital flight.

Di sisi lain, pembayar pajak sedang mengalami kesulitan akibat anjloknya Rupiah dan harga-harga komoditas. Jadi unsur "wortelnya” juga harus diperhatikan.

TANGGAL 25 Maret ini adalah hari terakhir pembayaran Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP-OP). Untuk WP Badan,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News