Land Swap Belum Jelas, Pengusaha Bersiap Impor

Land Swap Belum Jelas, Pengusaha Bersiap Impor
Ilustrasi gambut. Foto: Riau Pos/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pelaku bisnis di Provinsi Riau bakal menempuh opsi impor bahan baku untuk pabrik kertas dan bubur kertas atau pulp hingga 9,5 juta meter kubik per tahun.

Langkah itu diambil untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku akibat berkurangnya area tanaman pokok setelah penerapan regulasi baru tentang perlindungan gambut.

"Karena pabrik harus tetap beroperasi, mereka sudah ancang-ancang impor bahan baku," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Komisariat Daerah Riau, Muller Tampubolon dalam keterangan tertulis yang diterima JPNN, Selasa (13/6).

Sebelumnya, pada Februari 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengeluarkan empat peraturan sebagai petunjuk teknis dari Peraturan Pemerintah No.57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

Dalam regulasi turunannya, yakni Peraturan Menteri LHK No.17/2017 tentang pembangunan hutan tanaman industri (HTI), kementerian menjanjikan lahan pengganti (land swap).

Hingga kini, pelaku industri masih menantikan realisasi wacana tersebut.

Sebab, perusahaan selaku pemegang izin HTI diminta merevisi Rencana Kerja Usaha (RKU) paling lambat 5 Mei lalu.

Namun, kepastian lokasi land swap belum ada. Menurut dia, penerapan regulasi gambut tersebut mengakibatkan 76 persen atau area seluas 398.216 hektare dari total 526.070 hektare hutan tanaman industri yang sudah ditanami di Riau akan berubah menjadi fungsi lindung.

Pelaku bisnis di Provinsi Riau bakal menempuh opsi impor bahan baku untuk pabrik kertas dan bubur kertas atau pulp hingga 9,5 juta meter kubik per

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News