Lari; Murah dan Praktis, Tetap Berisiko Cedera

Lari; Murah dan Praktis, Tetap Berisiko Cedera
RIANG: Lari bersama-sama terasa lebih menyenangkan. Bagi pemula, hindari memaksakan diri terlampau keras. Foto: Puguh Sujiatmiko/Jawa Pos

jpnn.com - Olahraga lari jadi favorit banyak kalangan. Selain mudah dilakukan, lari tidak se-complicated olahraga lain. Meski begitu, bukan berarti lari bebas dari risiko cedera. Apa saja risiko cedera yang bisa dialami saat berlari?

*****

SAAT berlari, setidaknya ada 200 otot tubuh yang aktif bekerja. Rutin berlari membuat stamina meningkat, otot makin kuat, aliran pernapasan dan peredaran darah lebih lancar, serta membakar kalori 50 persen lebih banyak dibandingkan dengan berjalan kaki. Lari juga bisa menurunkan tingkat stres, meningkatkan daya ingat, menghasilkan perasaan bahagia, dan menambah rasa percaya diri.

Kelebihan lari dibandingkan jenis olahraga lain, lari bisa dilakukan di mana saja, tidak harus datang ke pusat kebugaran atau lapangan olahraga. Lari juga relatif murah dan tidak memerlukan perlengkapan khusus, cukup sepatu dan baju yang nyaman untuk berlari.

Booming olahraga lari di tanah air berlangsung beberapa tahun terakhir. Berbagai event lari yang digelar menarik minat masyarakat untuk berpartisipasi.

Meski mudah dan murah, olahraga lari bukannya tanpa risiko cedera. Bila tidak melakukan teknik dan persiapan yang tepat, ada ancaman cedera yang mengintai. ’’Yang paling banyak terjadi adalah cedera pada paha, lutut, tulang kering, dan kaki (pergelangan kaki ke bawah),’’ tutur dr Andre Pontoh SpOT(K) dari Jakarta Knee Orthopaedic Sports Center RS Pondok Indah.

Cedera yang sering menyerang paha adalah iliotibial band syndrome (ITBS). Jaringan ikat iliotibial yang terdapat di sepanjang bagian luar paha dari pinggul sampai tulang kering mengalami peradangan. Gejala umumnya adalah bengkak pada area lutut sehingga sering dianggap cedera lutut. Untuk mendiagnosis ITBS, tekuk lutut 45 derajat. Jika terasa sakit pada bagian luar lutut, itu merupakan ITBS.

Gangguan tersebut bisa muncul pada semua pelari, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman. ITBS terjadi karena aktivitas berlari di permukaan menurun atau tidak rata, terlalu sering atau jarak yang terlalu jauh, serta bisa juga disebabkan penggunaan sepatu yang tidak tepat. Rasa sakitnya membuat pelari harus beristirahat beberapa minggu. ’’Harus rehat sampai pulih. Bila keadaan sudah membaik, lakukan latihan dengan berjalan lebih dulu, lalu coba berlari tetapi kurangi jaraknya,’’ ujar spesialis ortopedi dan traumatologi itu.

Olahraga lari jadi favorit banyak kalangan. Selain mudah dilakukan, lari tidak se-complicated olahraga lain. Meski begitu, bukan berarti lari bebas

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News