Lebaran Ipin

Oleh: Dahlan Iskan

Lebaran Ipin
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Sejak kapan? "Sejak hari kanker nasional kapan itu," tambahnya.

Di acara itu, Ipin melihat seorang istri merawat suami yang lagi sakit parah, padahal sang istri juga lagi sakit kanker. Kepala sang istri gundul. Ia menangis dalam hati: istri yang sakit masih merawat suami yang sakit. Lalu ia menggundul rambut panjangnya.

Bupati Ipin pandai sekali manarasikan persoalan rumit. Bicaranya lancar seperti kereta cepat Tiongkok.

"Dari mana belajar pandai berbicara?" tanya saya. "Lho saya dulu kan penjual panci," jawabnya spontan.

Ipin memang matang ditempa oleh keadaan: ayahnya meninggal ketika umur Ipin baru 16 tahun. Masih di SMAN 6 Surabaya. Ia anak pertama dari tiga bersaudara.

Ia langsung harus mengambil alih usaha orang tua: jualan panci. Direct selling. Setelah usaha tertata, Ipin kuliah. Tetapi pikirannya terus di panci. Ia bahkan bikin pabrik panci di Trenggalek, kampung asal bapaknya.

Dalam berdagang panci, ia punya prinsip yang beda sekali: tidak mau pasang iklan. Juga tidak mau jualan online. Dasar pikirannya: agar tidak cepat ditiru pabrikan besar, terutama Tiongkok. Itulah kiatnya bertahan dari serbuan barang Tiongkok.

Merek pancinya: Tin. Diambil dari nama ibunya. Kuat. "Saking kuatnya banyak yang dipakai mengeduk pasir," kelakarnya. Ia tidak peduli pancinya dipakai apa saja. Yang penting terjual.

DARI Beijing saya langsung ke Trenggalek. Lebaran di sana. Saya ikut saja apa maunya anak-cucu. Bupatinya Bonek: Mochamad Nur Arifin.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News