Legislator Nilai Tak Lazim Penggunaan Pasal Perintangan Penyidikan Direktur JakTV

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menganggap tidak lazim langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar dalam kasus perintangan penyidikan.
"Saya ketahui itu tidak lazim dan tidak biasa, penggunaan pasal itu (perintangan penyidikan, red)," kata Lallo menjawab awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/4).
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Tian tersangka atas kasus perintangan penyidikan dalam perkara korupsi tata niaga timah, impor gula, dan vonis lepas ekspor CPO.
Kejagung mengeklaim Tian membuat permufakatan jahat bersama advokat Marcella Santoso dan Junaedi Sabilih untuk menggiring opini publik melalui pemberitaan yang menyudutkan Koprs Adhyaksa.
Tian Bahtiar dan dua lainnya diduga melanggar Pasal 21 UU 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHAP.
Lallo mengatakan Kejagung tidak bisa mengkriminalisasi produk jurnalistik yang dituangkan dalam berbagai konten.
"Ini pendapat saya, ya, kalau itu berkaitan dengan produk jurnalis, itu jelas tidak boleh dikriminalisasi, dipidana, karena itu berkaitan dengan produk jurnalis," kata legislator Fraksi NasDem itu.
Toh, Lallo mengatakan yurisprudensi hakim mahkamah dalam memutus kasus Pasal 21 tentang perintangan penyidikan memiliki karakteristik penggunaan fisik.
Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo merasa tidak lazim langkah Kejagung menetapkan tersangka Direktur JakTV Tian Bahtiar. Kenapa?
- RDP DPR, Cik Ujang Dorong Penguatan Otda Percepatan Pembangunan Tol Sumsel-Bengkulu
- Soal Pembayaran Tunggakan Triliunan TNI AL, Menhan Singgung Kebijakan Tersentralisasi
- RDP di DPR, Ahmad Luthfi Beberkan Konsep Pembangunan Jateng 5 Tahun ke Depan
- KPK Periksa 3 Saksi Lagi untuk Kasus Cuci Uang Andhi Pramono
- KPK Periksa 2 Anggota DPR Terkait Dugaan Tipikor Dana CSR Bank Indonesia
- Hakim Heru Hanindyo Bantah Pertemuan Erintuah Damanik-Lisa Rachmat di Bandara Semarang