Lihat, Sejumlah Guru Honorer K2 Menangis

Lihat, Sejumlah Guru Honorer K2 Menangis
Sejumlah guru honorer K2 menangis saat demonstrasi di DPRD Kota Malang, Kamis (20/9). Foto: Radar Malang

Karena itulah, mereka melakukan aksi agar Pemkab Malang dan DPRD Kabupaten Malang bisa membantu.

Sedangkan kebijakan pemerintah untuk menampung honorer yang tidak memenuhi syarat formasi menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pun ditolak mereka mentah-mentah. ”Tolok ukurnya apa? Peraturannya saja sekarang masih belum tuntas digodok,” imbuhnya.

Dengan latar belakang pendidikan minimal strata 1 (S-1), seorang PNS berhak mendapatkan tunjangan setara eselon III A dengan gaji Rp 3 juta per bulan.

”Sementara kami yang sarjana dan ada yang mengabdi lebih dari 25 tahun ini hanya digaji lewat dana BOS Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu saja per bulan,” ungkapnya getir.

Insentif yang telah dianggarkan pemkab pun tidak cukup bisa diandalkan. Hingga 2018 ini, Pemkab Malang hanya bisa mencairkan insentif GTT dan PTT sebesar Rp 600 ribu per tahun.

Setelah selesai melaksanakan istighotsah dan berdoa, para demonstran ini menggalan dana iuran untuk disumbangkan kepada GTT yang sedang sakit kanker pankreas. GTT yang sedang sakit itu adalah guru SDN Ampeldento 2, Karangploso, Kabupaten Malang, Nunuk Ifawati. Total dana yang terkumpul mencapai Rp 3,8 juta.

Di tempat terpisah, Bupati Malang Rendra Kresna berharap pemerintah pusat melakukan kajian kembali terkait dengan batasan usia bagi K2. Dibanding dengan usia pengangkatan PNS terhadap sekretaris desa yang batasnya hingga usia 50 tahun, pembatasan pengangkatan PNS di bawah usia 35 tahun tidak pro terhadap tenaga pendidikan maupun kesehatan yang sudah mengabdi bertahun-tahun.

BACA JUGA: PGRI Usulkan Ketentuan Ini Masuk di PP PPPK

Para guru honorer K2 Kabupaten Malang kecewa, menangis saat menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung dewan, Kamis (20/9).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News