LPHI: Persyaratan Wajib Tidak Dipenuhi Capim KPK

LPHI: Persyaratan Wajib Tidak Dipenuhi Capim KPK
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universtas Andalas Hemi Lavour Febrinandez. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah lembaga yang tergabung dalam Lembaga Penelitian Hukum Indonesia (LPHI) menyebut ada beberapa persyaratan administratif wajib tidak dipenuhi para Capim KPK yang lolos hingga tahapan Tes Psikologi tersebut.

“Kekhawatiran apabila proses seleksi tidak utuh itu dilanjutkan maka proses seleksi telah cacat prosedural dari awal,” kata Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universtas Andalas Hemi Lavour Febrinandez mewakili LPHI dalam pernyataan sikapnya kepada wartawan, Selasa (6/5).

Untuk diketahui LPHI terdiri dari PUSaKO FH Unand, PUKAT UGM, PUSKAPSI FH UNJEM dan HRLS FH UNAIR.

Dalam kesempatan tersebut, Hemi Lavour Febrinandez antara lain menyoroti perihal laporan harta kekayaan dalam proses seleksi capim KPK.

Menurut Hemi, Pasal 29 angka 11 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK mengatur syarat untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan KPK harus memenuhi persyaratan mengumumkan kekayaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait pelaporan kekayaan diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. Berdasarkan Pasal 69 UU KPK, lembaga negara tempat pelaporan kekayaan itu dialihkan menjadi kewenangan pencegahan KPK.

“Ketentuan pelaporan kekayaan itu diberlakukan bagi penyelenggara negara. Namun dalam hal mencalonkan menjadi Capim KPK, maka meskipun bukan penyelenggara negara tetap harus melaporkan harta kekayaannya kepada KPK berdasarkan ketentuan Pasal 29 UU KPK. Ketentuan Pasal 29 UU KPK ini merupakan aturan khusus (lex specialis) dalam hal seleksi pimpinan yang mengenyampingkan aturan umum (lex generalis) terkait pelaporan harta kekayaan yang hanya diperuntukkan bagi penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU Nomor 28/1999 tersebut. Sehingga berdasarkan ketentuan itu, siapapun yang mencalonkan diri menjadi Capim KPK maka harus menyerahkan laporan harta kekayaannya kepada KPK,” kata Hemi.

Hemi menjelaskan secara filosofis penyerahan laporan kekayaan itu bertujuan menunjukan bahwa siapapun yang mendaftarkan diri sebagai Capim KPK akan terbuka terhadap harta kekayaan yang diperolehnya dari jabatan sebelumnya. Capim KPK tidak ragu bahwa catatan kariernya (track record) dijamin bersih dengan itu penyerahan laporan kekayaan bagian dari pernyataan bersih diri.

“Tidak tepat jika pernyataan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme yang tergambar dari harta kekayaan yang diperolehnya selama menjabat malah dilaporkan belakangan. Tentu pelaporan harta kekayaan yang dilakukan kemudian setelah lolos seleksi tidak memiliki makna keterbukaan diri dan siap transparan dalam jejak kariernya,” kata Hemi.

Sejumlah lembaga yang tergabung dalam Lembaga Penelitian Hukum Indonesia (LPHI) menyebut ada beberapa persyaratan administratif wajib tidak dipenuhi para Capim KPK yang lolos hingga tahapan Tes Psikologi tersebut.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News