LPSK Sedang Perjuangkan Restitusi Korban KdRT

LPSK Sedang Perjuangkan Restitusi Korban KdRT
Ilustrasi Foto: pixabay

Menurut dia, kondisi iniberbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang untuk mendapatkan restitusi korban KdRT harus melalui peradilan perdata yang tebtu memerlukan waktu dan biaya.

Namun, kini hal itu tidak perlu dilakukan karena proses permohonan restitusi sudah bisa dilakukan bersamaan dengan peradilan pidana.

Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani menambahkan, dalam kasus KdRT fokus mereka tidak semata-mata pada proses pidana saja, melainkan juga bagaimana proses pemulihan korban termasuk dalam memfasilitasi mereka mendapatkan restitusi.

Hanya saja, dalam UU Pemberantasan KdRT tidak disebut secara implisit mengenai restitusi, berbeda dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Akan tetapi, kata Lies, UU Perlindungan Saksi dan Korban, restitusi menjadi salah satu hak korban kejahatan, termasuk tindak pidana KdRT .

“Pada salah satu kasus KdRT dengan korban asisten rumah tangga, N, di Bandung, yang disiksa majikannya serta tidak digaji selama lima tahun, korban berhasil mendapatkan ganti rugi sebesar Rp150 juta,” tutur dia.

Sedangkan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos Marjuki menjelaskan, pihaknya bertugas melakukan proses refungsionalisasi dan pengembangan agar korban bisa kembali ke lingkungan sosialnya di masyarakat.

Layanan yang tersedia baik di RPTC maupun RPSA dapat diakses para korban baik dalam kasus KDRT, TPPO maupun kejahatan lain yang melibatkan perempuan dan anak. (boy/jpnn)


Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan angka kekerasan dalam rumah tangga (KdRT) semakin tinggi.


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News