Mahkamah Konstitusi Gelar Persidangan 132 Sengketa Pilkada 2020

jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Senin (15/2) menggelar persidangan sengketa hasil pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Adapun agenda yakni membacakan putusan sejumlah daerah yang mengajukan gugatan sengketa Pilkada, sehingga dapat mengikuti persidangan selanjutnya dengan agenda Pembuktian.
MK sendiri menerima gugatan sengketa hasil pilkada sebanyak 132 dari berbagai daerah.
Panitera Mahkamah Konstitusi, Muhidin mengatakan, sebelum menentukan daerah yang bersengketa pada Pilkada 2020, Hakim Konstitusi telah melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
"Dalam rapat ini, nanti hasilnya akan dilaporkan masing-masing panel ke dalam RPH yang sifatnya pleno dan tertutup. Dan itulah yang dilakukan saat ini," kata Muhidin dalam keterangannya di laman resmi Mahkamah Konstitusi, Jakarta (15/2).
Muhidin mejelaskan, keputusan RPH itu diambil dengan mempertimbangkan hasil persidangan pendahuluan, perselisihan hasil pemilihan kepala daerah.
Sebelumnya majelis Hakim Konstitusi telah menggelar sidang dengan agenda mendengarkan pokok permohonan yang diajukan pemohon. Di samping itu adanya persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan pihak terkait, antara lain KPU, Bawaslu dan tim Pasangan Calon yang memenangkan perolehan suara Pilkada 2020.
"Agenda-agenda tersebut telah selesai dilakukan MK dan terakhir dilaksanakan pada Selasa, 9 Februari 2021 lalu," lanjut Muhidin.
Mahkamah Konstitusi menggelar persidangan sengketa hasil Pilkada 2020 sebelum dilanjutkan dengan agenda pembuktian.
- MK Melarang Institusi Menjadi Pelapor Kasus Pencemaran Nama Baik, Ini Kata Pimpinan DPR
- Paslon Suryatati-Ii Sumirat Gugat Hasil PSU Bengkulu Selatan, Inilah Pokok-Pokok Permohonannya
- Dugaan Kecurangan PSU Pilkada Bengkulu Selatan Akan Digugat ke MK
- Irving Siap Cabut Gugatan PSU Pilkada Siak yang Diajukan Wakilnya di Sidang Perdana
- 7 Gugatan Hasil PSU Pilkada Sudah Masuk ke MK, Ini Daftarnya
- Prajurit Aktif Gugat UU TNI ke MK, Imparsial: Upaya Menerobos Demokrasi