Maruarar Sirait Suluh di Kesunyian yang Belum Padam

Oleh: Yogen Sogen - Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara

Maruarar Sirait Suluh di Kesunyian yang Belum Padam
Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara Yogen Sogen. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Politikus PDI Perjuangan Maruarar Sirait adalah seorang yang bisa disebut sebagai sebuah cermin untuk sejenak berhenti, melihat ke dalam diri tentang makna hidup dan perjalanan yang belum usai.

Ketika kembali ke dalam diri dari segala hiruk pikuk dan kerasnya panggung politik, kita menjadi pribadi yang merdeka.

Sebab di kesendirian, kita menjelma lilin-lilin kecil, meresapi sejauh mana cahaya kebaikan pada setiap kita menerangi dan memberikan makna pada pribadi yang berbeda.

Juga melihat kemerdekaan pada diri sendiri. Apakah kita benar-benar merdeka atau masih memikul lembaran peristiwa yang keras dan ganas.

Sebagai generasi pelopor dengan konsekuensi logis menjembatani perjalanan bangsa menuju Indonesia Emas 2045, kita bisa mengambil hikmat dari perjalanan hidup pria kelahiran 23 Desember 1969 yang kerap teman-teman serta senior saya memanggilnya Bang Ara.

Saya menangkap setiap pesan dari gerak perjuangan Bang Ara. Pasang surut, sering terjatuh dalam kegagalan adalah seni hidup seorang anak bangsa asal jangan tenggelam. Apalagi padam dan mewarisi abu pada tapak perjalanan generasi penerus.

Maka, bangkit seribu kali adalah cara sederhana melampaui keterbatasan.

Sementara, dari cara menjiwai percaturan politik, Bang Ara sedikit berkiblat pada seni menginterpretasikan imajinasi Bung Karno yang menyebut Bebek berjalan berbondong-bondong, akan tetapi Burung Elang terbang sendirian.

Politikus PDIP Maruarar Sirait adalah seorang yang bisa disebut sebagai sebuah cermin untuk sejenak berhenti, melihat ke dalam diri tentang makna hidup.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News