Masjid

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Masjid
Kubah Masjid Al Azhar, Jakarta saat gerhana bulan beberapa waktu lalu. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Masjid menjadi sentra kontroversi lagi. Pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat, dianggap membatasi pergerakan masyarakat muslim untuk berkegiatan di masjid.

Semua tempat ibadah ditutup selama pelaksanaan PPKM Darurat, karena dianggap tidak esensial. Poin itulah yang dikecam dengan berapi-api oleh Ustaz Abdul Somad. Pro dan kontra di media sosial pun riuh rendah.

Ini bukan kali pertama muncul perdebatan mengenai penutupan masjid.

Sejak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada masa-masa awal pandemi, kontroversi soal penutupan masjid menjadi perdebatan panas yang tidak pernah berhenti.

Masjid seharusnya tidak hanya sekadar menjadi tempat ibadah, tetapi sekaligus harus menjadi pusat aktivitas sosial, ekonomi, dan juga politik umat.

Begitu pandangan kalangan yang pro-pembukaan masjid. Namun, kalangan yang kontra mengatakan, tidak seharusnya masjid dipakai sebagai pusat kegiatan selain ibadah.

Perdebatan semacam ini sudah berlangsung sangat panjang. Selama dua dekade terakhir selalu muncul argumen mengenai fungsi masjid.

Masjid dianggap sebagai simbol Islam sekaligus simbol "Islam politik". Menutup masjid adalah tindakan untuk memotong kebangkitan Islam politik. Begitu argumen di kalangan aktivis Islam politik.

Al-Azhar dianggap sebagai simbol masjid umat, dan Istiqlal adalah masjid simbol negara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News