Masyarakat Plural Sebuah Kenyataan
Oleh Romo Odemus Bei Witono, SJ - Rohaniwan dan Direktur Perkumpulan Strada

Sebagai langkah awal komunitas masyarakat seharusnya dapat menerima pluralitas tidak hanya sebagai kenyataan, tetapi juga sebagai sesuatu yang benar dan positif baik.
Kemudian komunitas tersebut dapat mengembangkan sikap dan menyusun struktur-struktur yang dapat memfasilitasi hidup bersama antarkelompok.
Menurut Amaladoss (2003), komunitas perlu melakukan sekurang-kurangnya pada empat tingkat: sosial politik, budaya, filosofis, dan religious. Pilihan tingkat ini disesuaikan dengan masalah-masalah yang dihadapi.
Jika terjadi ketimpangan dalam relasi antarbudaya, maka multikulturalisme menjadi masalah.
Di dalam masyarakat multibudaya, ada budaya yang mendominasi kehidupan dan ada juga budaya yang didominasi oleh pihak-pihak tertentu. Di dalam situasi tertentu, orang berpikir bahwa mendirikan negara, berarti juga menyatukan aneka budaya yang ada.
Dalam masyarakat demokratis, multibudaya mendapat ruang geraknya, masing-masing budaya mempunyai kebebasan dan otonominya sendiri, karena budaya merupakan unsur dari identitas personal dan sosial.
Menyelaraskan budaya yang berbeda dalam banyak segi bukan perkara mudah. Di tengah-tengah semangat penghargaan terhadap pluralitas, ada saja kelompok fundamentalis sempit yang merasa dirinya paling benar.
Klaim-klaim kebenaran yang dilakukan oleh kaum fundamentalis yang demikian dapat memicu terjadi konflik.
Manusia bersama sesama perlu membangun masyarakat plural melalui hati, pikiran dan tindakan agar komunitas ideal dapat tercapai.
- Rekam Jejak Unggul, Prijono Nugroho Dinilai Mampu Memimpin ActionCoach Asia-Pasifik
- PT SNJ Luncurkan Mitra Retail Suri Community
- Hadirkan BrainBoost Limitless, Denny Santoso Jelaskan Soal Ini
- Telkom Libatkan Komunitas Lokal, UMK, & Masyarakat untuk Perubahan Bumi
- Wali Kota Jakarta Selatan Mendukung Program Mainstreaming HAM untuk ASN dan Masyarakat
- Halalbihalal PDBN, Fathan Subchi Ajak Diaspora Berkontribusi Bagi Daerahnya