Masyarakat tak Perlu Reaktif Menanggapi Kebijakan Lima Hari Sekolah

 Masyarakat tak Perlu Reaktif Menanggapi Kebijakan Lima Hari Sekolah
Siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) hari pertama di SMA N I Tajur Halang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (10/4). Pihak sekolah menyiapkan empat ruangan untuk pelaksanaan ujian tersebut dan menyiapkan jenset. Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia adalah negara yang begitu luas. Penduduknya mencapai 250 juta jiwa.

Dengan kondisi itu, Pengamat Pendidikan Jejen Musfah mengatakan, kebijakan apa pun di dunia pendidikan tidak akan bisa dilakukan secara serentak. Termasuk penerapan sekolah selama delapan jam sehari.

Ketimpangan sekolah di Indonesia sangat dalam. Kebijakan sekolah delapan jam sehari bisa jadi baik di sekolah tertentu. Tetapi, di sekolah lainnya kebijakan tersebut mustahil diterapkan.

”Contohnya di sekolah yang menjalankan dua sif. Ada yang masuk pagi dan siang,” ujar Jejen seperti yang dilansir Jawa Pos, Kamis (15/6).

”Dipola seperti apa pun, siswa di sana tidak akan bisa masuk bersamaan. Sebab, infrastruktur kelasnya terbatas. Gurunya juga terbatas,” tandasnya.

Namun, Jejen berharap masyarakat tidak berlebihan dalam merespons kebijakan sekolah lima hari. Kata dia, karena aturan hukumnya sudah diterbitkan maka perlu menunggu implementasinya di lapangan.

Menurut Jejen, Kemendikbud pasti memiliki agenda evaluasi. Nanti, pada tahap evaluasi itu, temuan-temuan kelemahan pasti diperbaiki.

”Jangan sampai ada masyarakat yang tidak paham maksud Mendikbud, tiba-tiba menjadi seperti pakar pendidikan,” tuturnya.

Indonesia adalah negara yang begitu luas. Penduduknya mencapai 250 juta jiwa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News