Lima Hari Sekolah, Tak Ada Lagi Murid Belajar di Madrasah Diniyah

Lima Hari Sekolah, Tak Ada Lagi Murid Belajar di Madrasah Diniyah
Siswa SDN 032 Tilil mengerjakan soal Ujian Sekolah/Madrasah (US/M) mata pelajaran Bahasa Indonesia di Jalan Puyuh Dalam, Kota Bandung, Senin(25/5). Dalam US/M yang digelar secara serentak diujikan tiga mata pelajaran yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. Ilustrasi : Amri Rachman/Jabar Ekspres

jpnn.com, BANGKALAN - Ketua Komisi D DPRD Bangkalan, Jawa Timur Hosyan Muhammad mengatakan kebijakan lima hari sekolah mengancam guru atau ustaz. Dia mengungkapkan, di Kota Salak ada sekitar 1.500 madrasah diniyah.

Dia mengingatkan pemerintah bahwa madin, TPQ, dan pesantren juga banyak melahirkan tokoh-tokoh besar.

”Pengetahuan umum siswa bisa didapatkan di sekolah. Di madin dan pesantren, akhlakul karimah yang diprioritaskan. Jangan singkirkan pendidikan seperti ini,” jelasnya.

Agus Wedi, pengelola madin di Sampang, tak setuju bila kebijakan tersebut diterapkan. Rencana itu akan mengganggu madin yang berdiri sebelum lembaga formal.

Madrasah merupakan embrio atau cikal bakal lahirnya pendidikan di Indonesia.

Agus menjelaskan, saat ini ada beberapa sekolah formal yang menerapkan full day. Murid yang mengikuti lima hari sekolah tidak bisa lagi mengikuti pelajaran di madrasah.

”Kalau kebijakan itu diterapkan, madin tidak hanya gulung tikar. Tapi, napas dunia pendidikan akan semakin berkurang,” katanya.

”Dulu madin masuk pukul 12.00, kemudian diundur pukul 13.00 dan akhirnya mentok pukul 14.00. Kalau nanti sekolah formal sampai jam 16.00 jelas tidak ada waktu untuk siswa belajar di madin,” tuturnya. (bad/c8/luq)


Ketua Komisi D DPRD Bangkalan, Jawa Timur Hosyan Muhammad mengatakan kebijakan lima hari sekolah mengancam guru atau ustaz. Dia mengungkapkan, di


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News