Media Makin Getol Investigasi Setelah Veteran Tak Berdaya

Media Makin Getol Investigasi Setelah Veteran Tak Berdaya
Harry (kiri) dan Piet (kanan) dari TV NCRV saat melakukan wawancara dengan saksi di Kebumen. FOTO: Gunawan Sutanto

Sementara kedatangannya yang kedua dilakukan ke sejumlah daerah di Sulawesi Utara untuk membuat dokumenter pembantaian Westerling. Karya Piet itulah yang sempat dijadikan bahan KUKB untuk melayangkan gugatan ke Pemerintah Belanda. Gugatan itu sendiri akhirnya kembali dimenangkan KUKB.

Piet mengatakan dalam liputan tentang sejarah Belanda, dia kebanyakan yang mengusulkan pada pimpinannya. Dari situ lantas Piet yang ditugaskan bersama seorang kameraman ke Indonesia. ’’Idenya dari sama, didiskusikan, diterima dan dibiayai untuk berangkat,’’ ujar lulusan School voor Journalistiek, Utrecht itu.

Secara pribadi Piet mengaku meski tidak memiliki ikatan darah dengan Indonesia, namun kejadian-kejadian itu tetap mengusiknya. ’’Atas nama keadilan, saya merasa perlu dilakukan investigasi untuk melihat dari sisi korban dan saksi yang masih hidup,’’ ungkapnya.

Selain itu, sebagai orang yang cinta akan sejarah, dia merasa ada kewajiban moral untuk menyampaikan kebenaran. ’’Tentunya melalui liputan yang saya buat,’’ ungkapnya. Dia mengaku sangat malu ketika mengetahui fakta yang terjadi saat liputan di Sulawesi terkait pembantaian Westerling.

’’Yang membuat saya malu, dulu ketika saya kecil banyak mendengar cerita tentang kejahatan Jerman terhadap Belanda. Tapi ternyata di negeri lain bangsa saya melakukan hal serupa,’’ ungkapnya. Piet mengatakan meskipun berita itu tidak mengenakan namun Pemerintah Belanda tidak pernah melarang ataupun melakukan tindakan perlawanan apapun.

’’Di sana kebebasan press benar-benar dijalankan. Selama yang disampaikan didasarkan atas kebenaran dan fakta yang kuat tidak akan terjadi masalah,’’ jelasnya. Media-media beraliran kanan dan kiri memberikan porsi yang sama terhadap kasus ini.

Dulu memang berita-berita tentang kekejaman Belanda di Indonesia sangat mengusik para veteran. ’’Ketika itu mereka masih punya tenaga jadi mereka bisa melakukan tindakan penolakan, tapi mereka kini sudah terlalu tua sehingga itu tidak terjadi lagi,’’ paparnya. Menurut dia penolakan itu pada zaman dulu sampai pada tingkat ancaman pembunuhan.

Penolakan itu menurut Piet terjadi dengan menekan pemerintah agar tidak membiarkan keluarnya berita-berita tentang kekejaman perang. Menurut Piet, Belanda sebenarnya sadar akan tindakan keliru yang pernah dilakukan di Indonesia. Namun Koninkrijk der Nederlanden (Kerajaan Negeri-negeri Hilir) masih sulit meminta maaf karena masih adanya sejumlah veteran perang.

Pasca kasus Rawagede mencuat,  sejumlah media Belanda kini banyak memburu fakta pembantaian serupa yang terjadi di daerah lain di Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News