Media Massa Berperan Penting Deteksi Dini dan Perkuat Daya Tangkal Masyarakat dari Ideologi Terorisme

FGD itu juga menghadirkan dua narasumber, yaitu pengamat terorisme Irjen (Purn) Hamli, ME, dan Wakil Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya.
Dalam kesempatan itu, Hamli memaparkan peta jaringan terorisme dari hulu sampai ke hilir.
Menurut Hamli, aksi terorisme di Indonesia yang marak sejak tahun 2000-an, diawali dengan masuknya ideologi transnasional di tahun 1980-an.
“Al Qaeda masuk melalui kombatan orang-orang Indonesia yang dahulu ikut berperang di Afghanistan seperti Ali Imron, Amrozi, Umar Patek, dan Abubakar Baasyir. Mereka inlah yang menjadi cikal bakal Jemaah Islamiyah (JI) di Indonesia,” katanya.
Selain Al Qaeda, kemudian juga masuk Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Salafi, dan kemudian terakhir adalah Islamic State of Iraq dan Syria (ISIS).
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya mengatakan Dewan Pers memiliki konsen besar ketika ada kejadian terorisme sebelum tahun 2015.
Oleh karena itu, menurut Agung, Dewan Pers pada tahun 2015 membuat pedoman peliputan aksi terorisme.
“Pers harus melihat aksi terorisme itu seperti apa dan bagaimana berita atau liputan. Soalnya kadang-kadang pers maksudnya baik tapi menyampaikan salah,” ujar Agung.
Media massa bisa berperan dalam deteksi dini dan memperkuat daya tangkal masyarakat dari penyebaran ideologi radikal terorisme.
- BNPT Sebut FKPT Jadi Garda Depan Pencegahan Terorisme di Daerah
- Tim Deradikalisasi BNPT Berkomitmen Layani Warga Binaan Terorisme Secara Humanis
- Dulu Usut Teroris, Kini Brigjen Eko Hadi Dipilih jadi Dirtipid Narkoba Bareskrim
- Rapat Kerja dengan BNPT, Sugiat Apresiasi Zero Aksi Teror di 2024
- Paguyuban Ikhwan Mandiri Dukung Program Ketahanan Pangan
- Kemenag Ajak Media Massa Terapkan Nilai-nilai Baik dalam Siaran Agama Ramadan