Melihat dari Dekat Kehidupan Warga Penjaringan

Buang Hajat di Selokan Rumah, Masak ‎di Depan Pintu

Melihat dari Dekat Kehidupan Warga Penjaringan
Sarmi (80) warga Penjaringan, Jakarta Utara menunjuk septik tank yang ada di dalam rumahnya. FOTO: Mesya Moehamad/JPNN.com

“Oh, selokan kecil ini buat buang hajat kecil dan besar. Kalau mau buang hajat, selokan ini dibuka. Kan ada tutupnya nih,” ujarnya sambil menunjukkan tutup selokan yang ada pengaitnya.

Salima tinggal bersama tiga saudaranya di rumah berukuran 4x3 m. Kesemuanya sudah berkeluarga, sehingga dalam rumah kecil itu ditinggali 12 orang.

Menurut perempuan bertubuh gemuk ini, ‎hampir 50 tahun dia tinggal di kawasan Penjaringan. Selama itu pula dia dan keluarganya terbiasa buang hajat di selokan kecil.

“Kalau anak-anak langsung e'e' (buang air besar) di got ini, nongkrong terus dicebokin di situ juga. Kalau yang besar, di dalam ada WC-nya, cuma kotorannya tetap dialirkan ke selokan kecil ini,” katanya sambil tertawa.

Bila ada yang sudah kebelet mau buang air besar, lanjutnya, lari ke WC umum dengan bayaran Rp 1000. Itupun harus antri karena pengguna WC umum sangat banyak.

Demikian juga Sugi. Laki-laki berusia 39 tahun yang hidup dengan ibunya berumur 100 tahun, mengaku sudah puluhan tahun buang hajat di selokan. Hanya saja, Sugi sengaja membuat lubang pembuangan dalam rumahnya yang diarahkan ke selokan. 

Bagi Sugi, hal itu sudah biasa karena hampir seluruh warga Penjaringan membuang hajat di selokan.‎ Namun begitu ada WC umum, Sugi memilih ke sana.

“Kalau ibu saya pengen buang hajat, saya gendong ke WC umum," ujarnya.

Tidak pernah terbayangkan di kota sebesar Jakarta, masih banyak warga asli (Betawi, red) yang ‎hidup di bawah garis kemiskinan. Saking miskinnya,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News