Membedah Kesulitan Pemerintah Daerah Terbitkan Obligasi

Pertama, kendala dari prosedur penerbitan obligasi. Prosedur yang harus dipenuhi adalah penilaian kinerja APBD yang bagus.
Selain itu, opini yang diterima pemerintah daerah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam tiga tahun berturut-turut.
“WTP harus di semua kabupaten dan kota,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, penerbitan obligasi daerah juga harus mengantongi persetujuan dari DPRD tingkat provinsi.
Dia menilai saat itu belum semua anggota dewan memiliki persepsi yang sama soal urgensi penerbitan obligasi daerah sebagai upaya membangun infrastruktur.
“Masyarakat belum peduli tujuan dan manfaat obligasi daerah. Dewan juga ada yang setuju dan belum setuju. Kalau belum seragam begini, persepsinya jadi sulit,” tegasnya.
Selain masalah prosedur penilaian dan persepsi, kendala yang pernah dihadapi Pemprov Kaltim juga adalah terkait hasil penilaian anggaran dari lembaga independen non-BPK yang ditunjuk pemerintah pusat.
Kondisi ini bisa menimbulkan perbedaan hasil penilaian yang berujung pada gagalnya penerbitan obligasi daerah.
Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman Aji Sofyan Effendi mengatakan, semua provinsi di Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk menerbitkan obligasi daerah.
- Wamen Fauzan: Era Kolaborasi, Kampus Harus Bersinergi dengan Pemda
- Modernland Realty Pangkas Beban Utang Obligasi Luar Negeri Sebesar Rp1,7 Triliun
- Pemda Tak Ajukan PPPK Paruh Waktu dari Honorer R2/R3 Harus Disanksi
- PT Lautan Luas Dinilai Prospektif oleh Pefindo, Ini Sebabnya
- Gubernur Jateng Mengajak Bupati & Wali Kota Fokus Membangun Infrastruktur di 2025
- Wamendagri Ribka Dorong Daerah Mempercepat Penyelesaian RTRW dan RDTR