Menancapkan Merah Putih di Peta Film Dunia

Menancapkan Merah Putih di Peta Film Dunia
Menancapkan Merah Putih di Peta Film Dunia

Harus diakui, film itu ibarat pisau bermata dua. Bisa menghembuskan angin surga, tetapi juga bisa menebarkan panasnya api neraka. Bisa dijadikan alat untuk menentramkan dan mendinginkan emosi massa, juga bisa mengobarkan semangat dan menaikkan tensi public. Bisa mengesankan hitam dan putih, bisa menggambarkan sedih dan gembira. Bisa membuat orang apatis, juga bisa membuat orang agresif.

Film bisa menyatukan, bisa pula meruntuhkan dan mencerai-beraikan. Film itu semacam media. Bisa menjadi alat edukasi yang baik bagi khalayak, bisa menjadi racun yang mematikan. Film itu dunia yang kaya inspirasi. Mau di bawa ke arah negative, atau positive side. Karena itu, harus ada pihak yang menjaga agar dunia perfilman tetap berada dalam rel yang benar, berkarakter Indonesia dan berbudaya. Tidak bisa serta merta dilepas pada kemauan pasar, sebagaimana industri-industri kreatif yang lain. Di sinilah peran pemerintah, sebagai regulator, sekaligus penjaga yang baik.

Tetapi bahwa film juga harus menghibur, harus menarik, harus entertaining, harus mengisi kekosongan batin, harus menjawab berbagai persoalan, harus memberi inspirasi bagi orang, untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan seuatu, itu juga fakta. Kalau tidak bisa menemukan itu, maka film juga hanya akan hidup di awang-awang. Seperti kuntilanak, yang kaki-kakinya tidak menyentuh tanah. Seperti berada di angkasa luar, dan tidak membumi. Karena itu, industrinya juga harus dibangun, agar keberlangsungan, dan kemandirian dunia perfilman juga terjamin.

Sebenarnya, apa sih film yang baik? Jawab Alex: yang bermanfaat buat kehidupan manusia. Menurut saya, yang baik buat public, juga baik buat stakeholder, baik buat insan film, baik buat industri kreatifnya, dan baik buat masa depan film itu sendiri. Ya, di situlah asyiknya, ketika ada fakta bahwa baik di satu sisi, belum tentu juga baik di sisi lain.

Pemerintah RI melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) cukup getol memikirkan dunia perfilman di tanah air. Partisipasi dalam Festival de Cannes ke-67, dengan agenda utama mengikuti Marche du Film, adalah salah satu jawabannya. “Di sini ada 10.000 an peserta yang bergerak di industry film, dari pengusaha, produser, sutradara, bintang film, pekerja film, dan reporter media dari 96 negara di dunia,” jelas Molly Prabawati, Kasubdit Festival dan Ekshibisi Film, Kemenparekraf RI.

Di Booth Indonesia Cinema 2014 No G-28, seluas 28 meter persegi di Riviera, Cannes itu, tahun ini sekitar 50 film Indonesia akan dipromosikan di pusaran festival dan pasar film dunia. “Semoga ini bisa membuat film Indonesia semakin hebat dan berkembang,” kata Molly.(*)

Bagi insan perfilman di seantero jagad, kota kecil Cannes di Prancis Selatan ibarat Makah-nya. Pagelaran Festival de Cannes semacam “ibadah


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News