Menanggapi Kepala BKN, Chandra Singgung Isu Taliban di KPK

Menanggapi Kepala BKN, Chandra Singgung Isu Taliban di KPK
Wadah Pegawai KPK di Gedung KPK, Jakarta. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyoroti pernyataan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, soal metode seleksi bagi pegawai KPK yang akan beralih status menjadi ASN.

Sesuai penjelasan Bima Haria, seleksi pegawai KPK menjadi ASN lebih dititikberatkan pada penelusuran aspek radikalisme, pemahaman terhadap Pancasila, UUD 1945, serta uji kompetensi.

"Sebelumnya KPK diterpa isu 'taliban' kemudian isu 'radikal'. Saya mendorong agar isu radikalisme dihentikan," kata Chandra dalam legal opininya yang diterima JPNN.com, Rabu (17/2).

Chandra menilai sejauh ini tidak ada definisi dan batasan yang jelas tentang radikal, apakah memiliki dasar hukum (legal standing)? Kalau ada, di dalam peraturan perundangan-undangan yang mana pengaturannya.

"Semestinya berbagai pihak termasuk pemerintah tidak melakukan indelingsbelust yaitu mendefinisikan, pengkotak-kotakan yang semuanya dilakukan oleh dan menurut persepsi pemegang kekuasaan," tegas Chandra.

Terlebih lagi melakukan stigmatisasi dan tindakan persekusi terhadap seseorang dengan tuduhan sebagai radikalisme, antipancasila, dan antikebinekaan.

Menurut dia, negara wajib menghentikan dan/atau tidak membiarkan dan/atau malah ikut melakukan hal serupa. Apabila hal ini dilakukan maka dikhawatirkan akan terjadi persekusi di akar rumput rakyat.

"Apabila itu terjadi sebaliknya, maka negara dikhawatirkan dapat dinilai mensponsori kebencian terhadap sesama anak bangsa," sebut ketua eksekutif BPH KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia) ini.

Chandra Purna Irawan tanggapi langkah BKN melibatkan BIN dan BNPT dalam seleksi alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News