Mencekam! Ritual Adat Sakral Akhiri Perang di Mimika

Mencekam! Ritual Adat Sakral Akhiri Perang di Mimika
Prosesi adat Patah Panah di Kwamki Narama, Mimika. Foto: Radar Timika

Ritual adat ‘panah babi’ pun dimulai oleh kubu bawah. Seekor babi dipanah lalu dibuang melintasi garis pembatas kedua pihak. Setelah itu, ritual serupa dilakukan kubu atas. Panah babi ini menandakan kedua pihak dinyatakan berdamai.

Waimum kedua belah pihak kemudian saling bersalaman dengan melintasi garis pembatas, untuk meyakinkan bahwa konflik telah berakhir. Dimana sebelum ritual itu dilakukan, kedua pihak saling menjaga jarak. Mereka meyakini ritual tersebut tidaklah mudah. Melainkan sangat sakral dan butuh berbagai tahapan mediasi.

Usai kedua belah pihak saling bersalaman, masing-masing Waimum lalu menyerahkan busur dan panah kepada Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, dan Ketua DPRD Mimika, Elminus B Mom. Penyerahan alat perang ini menandakan konflik telah berakhir atas keinginan pemerintah daerah. 

Tidak sampai disitu, Ketua DPRD lalu menyerahkan busur dan panah kepada Kapolres Mimika, AKBP Yustanto Mujiharso, Artinya, konflik telah berakhir dan hukum berlaku pada siapapun yang melakukan aksi kriminalitas di kemudian hari.

“Jadi mulai sekarang ini (Selasa 17/5) sudah aman. Saya serahkan panah itu (kepada Kapolres) sebagai lambang bahwa perang telah selesai, dan saatnya hukum yang dijalankan,” tandasnya.

Ada yang unik dari prosesi adat perdamaian ini. Dimana babi yang dipanah tadi dibiarkan mati lalu dibuang. Babi itu tidak dimakan. Konon, menurut warga setempat, jika babi itu dimakan, akan menimbulkan malapetaka. Atau bahkan kematian. Kemudian, apabila ada oknum dari kedua pihak melanggar adat tersebut, maka yang bersangkutan akan dikenakan denda yang sangat berat. Masyarakat Papua percaya, bahwa ritual adat ‘patah panah’ begitu sakral dan tidak bisa dipermainkan. (sevianto pakiding/adk/jpnn)



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News