Mendefinisikan Terorisme Memang Tak Mudah

Mendefinisikan Terorisme Memang Tak Mudah
Densus 88 Antiteror. Ilustrasi Foto: Toni Suhartono/Indopos

jpnn.com, JAKARTA - Tim perumus bentukan DPR untuk membahas Rancangan Undang-undang Antiterorisme menggelar rapat dengan pemerintah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/5). Agenda rapat itu adalah membahas definisi terorisme. 

Ketua Panitia Khusus RUU Antiterorisme M Syafii mengatakan, frasa tentang motif, tujuan politik dan ancaman terhadap negara belum terangkum dalam definisi terorisme yang dipaparkan pemerintah. "Frasa itulah yang membedakan antara kejahatan kriminal biasa dengan terorisme," kata Syafii di gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/5). 

Politikus Partai Gerindra itu meminta pemerintah memperjelas definisi terorisme, termasuk yang terkait motif politik. Menurutnya, aparat yang bertugas di bidang penindakan terorisme tentu memiliki kualifikasi untuk bisa mengungkap motif politik di balik terorisme. 

"Saya kira di dunia ini tidak ada yang mudah. Makanya setiap profesi ada pendidikan, ada spesialisasinya," katanyanya.

Menurut Syafii, aparat dalam menetapkan seseorang sebagai teroris atau bukan harus sesuai dengan hukum. "Ini pemahaman yang baku, bukan sesuatu yang harus dijelaskan. Ini logika hukum," paparnya.

Dia berharap pemerintah dan DPR memiliki kesamaan logika hukum terkait persoalan tersebut. "Nanti insyaallah bisa disepakati," tegasnya. 

Anggota Komisi III DPR itu menambahkan, dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan disebutkan bahwa ketentuan umum tentang definisi harus jelas, tuntas, tidak multitafsir dan tak perlu diberi penjelasan. 

"Artinya ketika frasa tentang tujuan politik atau ancaman kemanan negara atau motif politik itu dimaknai dimasukkan ke dalam penjelasan itu melanggar UU," ungkapnya.(boy/jpnn)


Ketua Panitia Khusus RUU Antiterorisme M Syafii menyatakan, pemerintah belum menyodorkan definisi terorisme yang jelas dan tidak multitafsir.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News