Mendesain Pembiayaan Pemilu Efektif

Mendesain Pembiayaan Pemilu Efektif
Lukman Edy. Foto: dok.JPNN.com

Sementara itu, fasilitasi Negara terhadap akses peserta pemilu pada media massa, baik cetak maupun elektronik, dapat dilakukan oleh Negara dengan tanpa mengeluarkan biaya operasional; namun cukup dengan mengeluarkan regulasi terhadap media massa atas nama kompensasi hak public terhadap penggunaan ruang public dan jaringan frekuensi public yang telah digunakan oleh media massa selama ini.

Di samping pemerintah melakukan penataan penggunaan frekuensi public terhadap media massa selama pemilu, pemerintah dapat juga meminta hak kompensasi penggunaan ruang publik kepada masing-masing media massa, untuk kemudian digunakan sebagai ruang sosialisasi dan kampanye bagi partai politik; dengan perencanaan dan pelaksanaan yang terukur.

Praktik semacam ini telah berlaku di beberapa Negara besar seperti Jerman dan Amerika, sebagai bentuk kewajiban dan partisipasi media massa selaku pilar demokrasi modern.

Dengan regulasi seperti ini, maka masing-masing pihak, baik partai politik maupun media massa dipaksa tunduk para aturan main yang baku demi menciptakan suasana fairness pemilu. Sehingga tak ada lagi monopoli pemberitaan dan siaran bagi stasiun radio, televisi maupun ruang bagi media cetak tertentu atas nama kebebasan pemilik modal atau penguasa politik dominan di suatu daerah;akan tetapi semua pihak berdiri bersama untuk sebuah upaya menciptakan pemilu yang fairness dan berkeadilan.

Memang hal ini belum pernah terjadi di negeri ini, namun demikian apa salahnya kita mengadopsi sesuatu yang lebih baik demi tercapainya langkah nyata konsolidasi demokrasi di negeri Indonesia tercinta ini?

*) Ketua Pansus RUU Pemilu DPR RI


Ada dua istilah yang belakangan berkembang dikalangan politisi, berkaitan dengan pembiayaan, yakni “biaya politik” dan “money politic”.


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News