Menebus Dosa Masa Lalu, Kini Omzet Bisa Rp 800 Juta per Bulan
Bahkan, para peneliti yang datang tidak perlu keluar biaya sedikit pun. Seluruh akomodasi ditanggung Samudera Bakti. Selama ada bukti rekomendasi penelitian atau magang dari kampus.
Yang paling gembira dari semua itu tentu saja nelayan. Ikan yang melimpah membuat pendapatan mereka meningkat hingga enam kali lipat bila dibandingkan dengan saat masih menggunakan potasium.
Per hari kini mereka bisa mengirim 10 ribu ikan hias ke berbagai kota di tanah air. Belum lagi untuk memenuhi pesanan dari Amerika Serikat dan Eropa.
Karena besarnya pangsa pasar, para nelayan kini jadi lebih merdeka dalam menentukan harga ikan. Tak lagi berkutik di hadapan tengkulak seperti dulu.
Sebagian kecil nelayan di Bangsring kini juga beralih profesi menjadi snorkeling guide. Sebagian lagi membuka usaha memanfaatkan ramainya potensi wisata.
Keberhasilan itu membuat Ikhwan dilirik banyak daerah lain. Dia diundang ke berbagai daerah untuk berbagi pengalaman. Mulai Wakatobi hingga Manokwari.
Daerah-daerah tersebut rata-rata sudah memiliki program konservasi. Tapi, sifatnya top down alias berasal dari pemerintah atau swasta. Hampir tidak ada yang berbasis masyarakat.
Itulah yang membedakannya dengan Bangsring. Dampaknya, jadilah hampir tidak ada lagi potret nelayan miskin di desa tersebut.
Bom ikan itu hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajah Ikhwan Arief. Korek pun sudah siap. Tinggal dinyalakan nelayan yang mengancamnya, habislah
- Yayasan KEHATI dan Mamah Oday Kompak Dorong Pemanfaatan Obat Nusantara
- Coral Stock Center Dukung Pemulihan Terumbu Karang
- Bersama BRI Peduli Kelompok Maratua Lestarikan Terumbu Karang Berau
- Realisasikan TJSL, PNM Revitalisasi Terumbu Karang di Banyuwangi
- Nilai Ekspor Ikan Hias Indonesia Mengalami Tren Positif, Tembus USD 20,5 Juta
- Dua Ilmuwan IPB Terlibat Program Restorasi Terumbu Karang Terbesar Dunia