Menelusuri Jejak Sejarah Perkembangan Islam di Negeri Komunis Tiongkok (1)
Nisan pun Padukan Kutipan Quran dan Simbol Agama Lain
Jumat, 28 September 2012 – 00:22 WIB
"Saat salat Jumat pun jamaahnya tidak lebih dari 80 orang. Itu pun sudah ditambah warga asing yang tinggal di sini. Di hari-hari biasa, jumlah jamaahnya bahkan tidak lebih dari hitungan jari sebelah tangan, apalagi yang di kampung-kampung," kata Huang.
Itulah potret muslim di Quanzhou saat ini. Padahal, kota yang terletak di bagian selatan Provinsi Fujian itu memegang peran penting dalam sejarah masuk dan perkembangan Islam di Tiongkok.
Di kota itulah terdapat Pelabuhan Zaitun yang menjadi pertemuan pedagang dari berbagai bangsa dan negara. Dari pelabuhan itu jugalah, tokoh legendaris muslim Tiongkok Laksamana Cheng Ho (ada yang menulis Zeng He) mengawali pelayaran ke lima dari tujuh pelayaran keliling dunia.
Pelaut sekaligus pedagang asal Maroko Ibnu Battuta yang begitu terpesona dengan kebesaran Pelabuhan Zaitun juga memutuskan menetap di kota tersebut. Untuk menghormatinya, pemerintah Kota Quanzhou pun mendirikan patungnya di Museum Islam kota itu.
Islam memiliki sejarah panjang dan hebat di Tiongkok, negeri yang sampai saat ini masih mempertahankan komunisme sebagai ideologi negara. Pekan lalu
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor