Mengapa Gantung Diri Sering Terjadi di Gunungkidul?

Mengapa Gantung Diri Sering Terjadi di Gunungkidul?
Tali untuk gantung diri. Ilustrasi: DH Illustration

jpnn.com, GUNUNGKIDUL - Kasus gantung diri masih kerap terjadi di wilayah Gunungkidul, Yogyakarta. Hingga Oktober tahun ini saja tercatat 22 orang gantung diri. Kasus terbaru terjadi Rabu (31/10). Ada dua kasus sekaligus. Di dua tempat berbeda.

Kejadian pertama di Padukuhan Tobong, Sambirejo, Ngawen. Tubuh Sutarmi,48, ditemukan tergantung di batang pohon mangga. Sekitar pukul 05.00. Oleh warga setempat. Seutas tali yang dikaitkan di batang pohon melilit leher pelaku.

Tak lebih 15 menit berselang giliran warga Padukuhan Kayu Bimo, Kemadang, Tanjungsari dihebohkan kasus serupa. Tepat pukul 05.15, Susanta,33, mendapati jasad mertuanya, Pawiro Karno,95, tergantung di salah satu usuk kandang ternak. Seutas tali tampar biru melilit leher Pawiro.

Hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) polisi di dua lokasi tersebut menunjukkan tak ada tanda-tanda penganiayaan pada tubuh pelaku. Penyidik menyimpulkan, kedua kejadian tragis itu murni bunuh diri.

“Diduga karena (Pawiro Karno, Red) memiliki riwayat sakit asma dan ambeien menahun,” ungkap Kapolsek Tanjungsari AKP Sapto Sudaryanto.

Sapto menduga, Pawiro nekat mengakhiri hidupnya lantaran penyakit yang diidapnya tidak kunjung sembuh.

Humas Polres Gunungkidul Iptu Anang Prastawa menambahkan, kasus bunuh diri tahun ini menurun dibanding 2017. Tahun lalu tercatat ada 35 kasus. Kendati demikian, angka kejadian (22 kasus) hingga Oktober tahun ini tergolong tinggi. “Kecamatan Tepus sebagai kecamatan kasus gantung diri terbanyak,” jelasnya.

Anang merinci, dari 22 kasus tersebut, tiga diantaranya terjadi di wilayah Tepus. Dua di Playen. Di kecamatan lainnya rata-rata satu kasus. Pelaku gantung diri didominasi manula. Kebanyakan para pengidap penyakit menahun.

Angka kasus gantung diri di wilayah Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, masih cukup tinggi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News