Mengidentifikasi Korban Melalui Tengkorak

Oleh; Myrtati D. Artaria*

Mengidentifikasi Korban Melalui Tengkorak
Mengidentifikasi Korban Melalui Tengkorak

Lalu, bagaimana jika individu telah terlalu lama terendam sehingga hal-hal tersebut sulit dilakukan? Dapat diperbandingkan antara gigi individu yang ditemukan dan data X-ray yang dimiliki para dokter gigi mereka. Demikian pula, odontogram dapat dianalisis dokter gigi. Odontogram memuat data tentang bentuk, susunan, dan jumlah gigi, tambalan pada gigi, serta protesa gigi.

Selain itu, dapat pula diamati dari sisi antropologis. Jika individu pernah mencetak gigi, misalnya untuk perawatan ortodonsi, di sana tercetak dental traits masing-masing gigi. Jika keseluruhan gigi satu individu diamati bersama-sama, ada kekhasan individu yang setara dengan identifikasi menggunakan sidik jari.

Saat ini PDGI telah bergerak cepat dalam membantu identifikasi korban AirAsia. Hal itu tentu patut diacungi jempol karena ketua PDGI telah cepat bereaksi.

Karena nama-nama korban telah diketahui dari manifes, para dokter gigi yang mengenali nama-nama pasiennya dikerahkan untuk menyerahkan rekam medis gigi para korban. Dengan demikian, gigi korban dapat dicocokkan dengan X-ray gigi mereka semasa hidup.

Lalu, bagaimana jika korban tidak pernah melakukan X-ray gigi? Masih ada cara lain. Wajah korban diupayakan untuk direkonstruksi. Itu dilakukan melalui penggambaran kembali wajah mereka berdasar tengkorak masing-masing individu. Bagaimana hal tersebut dilakukan?

Jika korban di-X-ray, berdasar tengkoraknya bisa dibentuk gambar wajahnya dengan baik melalui software khusus atau dengan cara ’’tradisional’’, yaitu menggambar dengan teknik 2D. Sketsa kepala dan wajah itu berdasar pada bentuk neurocranium dan splanchnocranium. Jika tengkorak telah bersih dari jaringan lunak karena begitu lamanya terendam dalam air, teknik 2D bisa pula dilakukan berdasar foto print tengkorak tersebut yang telah ditandai dengan soft tissue markers.

Untuk ini, harus diidentifikasi dulu jenis kelamin dan ’’origin’’-nya oleh antropolog ragawi berdasar ciri-ciri pada tengkorak, wajah, serta gigi. Jika ’’origin’’ dan jenis kelamin telah diidentifikasi antropolog, wajah korban dibentuk berdasar ukuran-ukuran soft tissue markers dan hasil bentukan wajah itu ditunjukkan kepada keluarga.

Kemungkinan kemiripan dari rekonstruksi wajah tersebut mencapai 65–85 persen, bergantung kekhususan ciri yang dimiliki. Kemiripan hasil rekonstruksi wajah adalah berdasar shape (bentuk) kepala dan wajah secara keseluruhan. Umumnya, keluarga atau teman dekat akan mempunyai sense terhadap bentuk kepala dan wajah orang-orang terdekatnya sehingga dapat mengenalinya ketika melihat hasil rekonstruksi.

SAAT ini para ahli sibuk mengidentifikasi korban kecelakaan pesawat AirAsia. Identifikasi forensik dilakukan untuk menentukan identitas seseorang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News