Menimbang Belt and Road Initiative: Proyek Progresif atau Beban Ekonomi?
Oleh Putri Rakhmadhani Nur Rimbawati*

Indonesia adalah salah satu negara yang mendapat perhatian besar dalam inisiatif BRI. Dengan posisi strategisnya di Asia Tenggara dan kebutuhan mendesak akan pembangunan infrastruktur, Indonesia telah menjadi mitra penting bagi Tiongkok.
Proyek-proyek besar seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang dibiayai oleh BRI adalah contoh nyata dari keterlibatan Indonesia dalam program ini.
Buku "The Reality and Myth of BRI’s Debt Trap" memberikan perspektif penting mengenai dampak ekonomi dari proyek-proyek semacam ini.
Melalui studi kasus di Asia dan Afrika, buku itu mengeksplorasi bagaimana beberapa negara telah berhasil memanfaatkan investasi BRI untuk mendukung pertumbuhan ekonomi mereka, sementara yang lain terjebak dalam kesulitan utang.
Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan. Banyak yang khawatir bahwa Indonesia dapat menghadapi risiko serupa dengan negara-negara yang terjebak dalam utang besar kepada Tiongkok.
Namun, para editor buku, Nian Peng dan Ming Yu Cheng, menunjukkan bahwa dengan manajemen yang tepat dan kebijakan fiskal yang hati-hati, risiko tersebut dapat diminimalkan.
Hal ini memberikan pelajaran penting bagi pembuat kebijakan di Indonesia dalam mengelola proyek-proyek besar yang didanai oleh BRI.
Kedaulatan Nasional dan Kekhawatiran Geopolitik
Ketika Belt and Road Initiative atau BRI yang diinisiasi oleh Tiongkok menjadi sorotan global, banyak perdebatan dan kontroversi mengenai dampak sebenarnya.
- Siap Tingkatkan Ekraf, Gempar Targetkan Sulut Jadi Pintu Gerbang Asia Pasifik
- MBG Rizhao
- PNM Tebar Beasiswa Bagi Anak Nasabah untuk Dorong Pengentasan Kemiskinan
- Gubernur Ahmad Luthfi Bakal Kembangkan Wilayah Aglomerasi Banyumas
- Ibas Ajak ASEAN Bersatu untuk Menghadapi Tantangan Besar Masa Depan Dunia
- Awal 2025 Bank Mandiri Tumbuh Sehat dan Berkelanjutan