Menjadi Aneh di Hussainiah

Oleh Dahlan Iskan

Menjadi Aneh di Hussainiah
Dahlan Iskan.

Kecuali di Buddha aliran Tzu Chi. Yang berpusat di Hualian, Taiwan. Yang melarang ummatnya sembahyang. Yang memiliki stasiun TV ‘Daai’ (baca: Ta Ai). Yang juga melarang umatnya memiliki rumah ibadah.

Sembahyangnya adalah berbuat baik, membantu orang dan rendah hati. Saya pernah ikut ke pusatnya di Hualian. Bermalam di sana. Ikut angkat-angkat bahan makanan. Yang akan dikirim untuk orang miskin.

Di Hualian saya juga sempat makan bersama pimpinan tertingginya: Shang Ren. Seorang wanita. Selalu berpakaian biksu. Kepala digundul.

Membangun rumah ibadah, kata Shang Ren, hanya akan membuat hati tidak damai. Karena memikirkan persaingan. Jor-joran. Besar-besaran. Megah-megahan. Indah-indahan.

Melupakan realitas miskin di sekitarnya. Ya sudah. Kembali ke yang teknis tadi: tapi terlalu detil.

Langsung saja ke gerakan terakhir salat: salam. Ucapan salam diucapkan, tapi tidak pakai toleh kanan dan toleh kiri.

Setelah wirid dan salat sunnah sang imam berdiri: azan. Seperti tadi: ada sisipan kalimat apresiasi untuk Sayidina Ali.

Saya berbisik ke orang yang di sebelah saya: azan apa ini? Baru selesai Salat Magrib kok ada adzan lagi?

Setelah dua kalimah syahadat itu: ada kumandangan apresiasi untuk Sayidina Ali. Lalu dilanjutkan dengan seruan untuk salat. Dan seterusnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News