Perjuangan Manggala Agni di Garda Terdepan Karhutla

Menjaga Benteng Terakhir Jilatan Kepala Api

Menjaga Benteng Terakhir Jilatan Kepala Api
Perjuangan Manggala Agni untuk memadamkan Karhutla di Desa Pergam, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, salah satu desa terparah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Foto: Humas KLHK

Sejak akhir Januari, sudah ada empat desa terbakar, yakni Desa Kebumen, Teluk Lecah, Sri Tanjung, dan Sukarjo Mesim. Titik api juga menyasar lahan di Kelurahan Pergam, dan Kelurahan Terkul.

“Lokasi ini adalah benteng terakhir yang kami jaga. Jangan sampai titik api loncat ke Kelurahan Batu Panjang dan Desa Darul Aman. Jika dua desa ini ikut terbakar, artinya Rupat Selatan keseluruhan terbakar. Itulah yang kami jaga dengan berpindah-pindah selama sebulan terakhir,” jelas Safrudin.

Dengan luasan terbakar yang mencapai radius puluhan hektare, tim mereka yang terdiri 14 orang hampir tidak mungkin melakukan pemadaman ke tengah titik api. Mereka berjibaku hampir 24 jam, menjaga batas-batas titik api agar tidak meluas. Lokasi titik api yang tak bisa dijangkau tim darat, baru dilakukan dengan pemadaman lewat udara.

“Hal yang paling sulit adalah angin yang berputar-putar, dan asap yang menutupi area. Saat Rupat terbakar hebat kemarin, kami benar-benar bekerja dengan dikepung asap,'' kata Safrudin.

Iapun bersyukur, meski Karhutla di Rupat cukup hebat, namun titik api berhasil dipadamkan. Kini tugas merekalah di darat untuk melakukan proses pendinginan, dan ini artinya mereka membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk tinggal seadanya di dalam hutan. Untuk konsumsi, mereka telah membuat jadwal piket. Ada dua orang yang bertugas jaga barak dan masak untuk konsumsi teman-temannya yang bertugas.

"Silakan istirahat sebentar, sambil bersih-bersih. Beberapa jam ke depan, kita akan lakukan patroli rutin di lokasi lahan Karhutla,” kata Safrudin mengingatkan rekan-rekannya.

Tidak ada sahutan nada protes, padahal mereka baru saja seharian pulang memadamkan titik api dan proses pendinginan yang penuh resiko. "Meski kerjanya sulit, tidak pulang-pulang ke rumah, dan bertaruh nyawa, kami bangga menjadi Manggala Agni, karena yang kami selamatkan adalah tanah kami sendiri," kata Safrudin, sambil duduk beristirahat dengan anggota timnya.(jpnn)


Kami biasanya berpindah-pindah mendirikan tenda di lokasi terdepan titik api. Kebetulan saat kebakaran hebat di desa Terkul, inilah lokasi paling terdekat, hanya berjarak 100 meter dari lokasi.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News