Menkumham Sodorkan Jurus Penangkal Hoaks di Medsos

Menkumham Sodorkan Jurus Penangkal Hoaks di Medsos
Menkumham Yasonna H Laoly usai menjadi pembicara dalam acara konferensi internasional 1st ASEAN Symposium of Criminology di FISIP Universitas Indonesia (UI) Depok, Senin (4/9). Foto: Kemenkumham

jpnn.com, DEPOK - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly memberi perhatian khusus pada maraknya hoaks dan ujaran kebencian (hate speech) yang beredar melalui media sosial atau medsos. Menurut dia, ada beberapa angkah konkret untuk mengatasi penyalahgunaan medsos sekaligus menangkal penyebaran hoaks.

Berbicara pada konferensi internasional bertema 1st ASEAN Symposium of Criminology di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Depok, Senin (4/9), Yasonna mengatakan, langkah pertama dalam rangka menekan hoaks adalah melakukan validasi pada akun-akun di medsos.

Kedua, melakukan pendekatan teknologi dengan memberi perlindungan terhadap keamanan jaringan. Ketiga, melakukan pendekatan sosial budaya yang melibatkan LSM, akademisi, dan pemuka agama.

Keempat, pendekatan penegakan hukum melalui kerjasama antar lembaga penegak hukum. “Selain perlu melakukan sanksi hukum yang berat  dalam penegakan hukum yang kuat kepada kelompok penyebar berita hoaks dan ujaran kebencian, juga diperlukan sosialisasi menggunakan medsos secara bijak kepada masyarakat,” ujarnya.

Menurut Yasonna, saat ini masih banyak penduduk Indonesia yang berpendidikan rendah dan hidup di bawah garis kemiskinan. Karena itu, tidak semua warga memahami muatan berita-berita yang cenderung hoaks dari kelompok penebar ujaran kebencian seperti Saracen. 

“Masyarakat diharapkan bijak saat melihat isi kabar dari situs internet. Dan kabar yang tersiar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” tuturnya.

Yasonna lantas kembali menyinggung Saracen. Menurutnya, kelompok Saracen yang menerima pesanan ujaran kebencian memiliki 800 ribu akun di medsos. Dan diketahui, saat ini masih banyak kelompok-kelompok lainnya seperti Saracen yang pelu ditindak karena bisa menjadi ancaman bagi Indonesia.

“Semua orang memiliki hak untuk berekspresi melalui media sosial. Namun jika digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian dan hoax termasuk melakukan pelanggaran hukum dan perlu dilakukan penegakan hukum,” ucapnya di simposium yang digelar Departemen Kriminologi FISIP UI itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News