Menlu Selen

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Menlu Selen
Retno Marsudi. Foto: dok/JPNN.com

Tidak sinkron antara apa yang diomongkan presiden dengan omongan menterinya sendiri.

Praktik kebijakan selen terlihat dalam konferensi lingkungan COP26 di Glasgow.

Dalam pidatonya Jokowi mengatakan Indonesia siap berkomitmen menghentikan penebangan hutan pada 2030, dan puncaknya akan menghentikan total pada 2050.

Belum kering bibir Jokowi, Menteri KLH Siti Nurbaya Bakar sudah menyanggah dengan mengatakan bahwa Indonesia tidak akan menghentikan program pembangunan nasional hanya karena kebijakan deforestasi.

Pernyataan Jokowi dan Siti Nurbaya menjadi selen. Satu ke kanan satunya ke kiri. Satu merah satunya biru. Kalau terjadi di panggung Srimulat orang akan terkawa terpingkal-pingkal.

Tarsan sebagai juragan bicara berbuih-buih, tetapi kemudian dimentahkan oleh Asmuni sebagai babu alias asisten rumah tangga.

Jokowi sendiri mengakui bahwa masyarakat Indonesia sekarang terjangkiti gejala selen. Kata Jokowi, di luar negeri Indonesia banyak dibanggakan dan dikagumi, tetapi di dalam negeri sendiri malah dicaci-maki. Gejala selen itu oleh Jokowi disebut sebagai inferior complex karena warisan penjajah.

Manusia Indonesia, kata Jokowi, tidak pede ketika berhadapan dengan orang asing. Beda dengan Jokowi yang selalu pede di forum internasional. Meskipun Bahasa Inggrisnya tidak fasih dan selalu pakai masker, Jokowi tetap pede berbicara dengan para pemimpin dunia.

Kalau Srimulat masih ada, mungkin Menlu selen Retno Marsudi bisa tampil sebagai bintang tamu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News